Yangon (ANTARA News) - Partai oposisi Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi pada Sabtu bertekad untuk bersaing dalam pemilihan umum yang penting pada 2015 walaupun belum ada perubahan konstitusi yang membolehkannya maju sebagai presiden.

Suu Kyi tidak dapat mengikuti pemilu karena undang-undang yang dibuat militer Myanmar menyebutkan bahwa warga yang suami atau anaknya berkewarganegaraan asing tidak dapat memimpin negara itu.

Pasal itu dianggap sengaja dibuat untuk mencegah pemenang Nobel Perdamaian itu menjadi presiden karena kedua anak Suu Kyi telah menjadi warga negara Inggris.

Suu Kyi berkali-kali mengingatkan agar aturan tersebut diubah sehingga demokrasi dapat dijalankan sepenuhnya di negara bekas junta tersebut.

Sebelumnya juga muncul spekulasi bahwa partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) pimpinannya akan memboikot pemilu parlemen 2015.

Tetapi juru bicara NLD yang berbicara usai rapat partai mengatakan bahwa pihak oposisi akan tetap mengikuti pemilu dengan atau tanpa amandemen konstitusi.

"Bagaimanapun kami harus berkompetisi dalam pemilu 2015, NLD menargetkan kemenangan yang lebih besar dari tahun 2012 lalu," katanya. Dalam pemilu parlemen terakhir tersebut, Suu Kyi berhasil masuk sebagai anggota parlemen.

Di Myanmar, pemilihan presiden dilakukan oleh parlemen.

Badan legislatif Myanmar dipenuhi oleh orang-orang yang ditempatkan militer dan sekutu politiknya, sehingga kemenangan di pemilu akan memuluskan upaya NLD untuk mengubah konstitusi.

NLD didirikan pada 1988 setelah aksi protes populer melawan junta militer yang menewaskan ribuan orang tewas.

Dua tahun kemudian, partai tersebut menang mutlak dalam pemilu-- tetapi hasilnya tidak pernah diakui oleh rezim saat itu.

Suu Kyi kemudian menjalani tahanan rumah dan menghabiskan waktu selama dua dekade dalam penahanan, sebelumnya akhirnya dibebaskan setelah pemilu kontroversial pada 2010 yang diboikot partainya.

Pemerintahan reformis pimpinan Presiden Thein Sein telah melakukan beberapa perubahan sejak itu, termasuk sejumlah pembebasan tahanan politik dan reformasi ekonomi, yang kemudian membuat Myanmar dihadiahi pencabutan sejumlah sanksi Barat.

Sebuah panitia khusus di Parlemen Myanmar tengah mempelajari konstitusi negara tersebut dan akan memberikan rekomendasinya pada akhir Januari mendatang, demikian AFP melaporkan.

(UU.P012/P012/H-RN)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013