kita masih punya problem dalam konteks kapasitas dan tentunya pada mekanisme dan proses pengambilan keputusan
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Vivi Yulaswati memaparkan tiga tantangan dalam implementasi pembangunan hijau (ramah lingkungan) di Indonesia.

Pertama adalah kurangnya kapasitas dan proses pengambilan keputusan untuk merencanakan serta melaksanakan kebijakan pembangunan hijau.

Dalam banyak kasus, kebutuhan untuk menerjemahkan kebijakan ke tingkat yang rinci dan operasional tidak dilakukan, sehingga perencanaan masih berada pada tingkat makro dan gagal mengatasi permasalahan mendasar.

“Jadi, kita masih punya problem dalam konteks kapasitas dan tentunya pada mekanisme dan proses pengambilan keputusan,” ujarnya dalam acara peluncuran inisiatif pengembangan Green Academy bertemakan “Building Environmental Planning Capacity in Achieving Indonesia’s Golden Vision 2045” yang dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu.

Tantangan kedua adalah permintaan yang tinggi terhadap investasi ramah lingkungan dalam transisi menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.

Saat Indonesia bersiap untuk melakukan transisi dan menerapkan ekonomi ramah lingkungan dan rendah emisi, diperlukan praktik dan investasi yang mengarah pada pembangunan ramah lingkungan. Transisi ini juga mencakup transisi keterampilan dan tenaga kerja untuk mengisi pekerjaan ramah lingkungan (green jobs).

“Kita perlu investasi yang cukup besar, sehingga berbagai inovasi financing, skema-skema kolaborasi, blended finance, dan sebagainya itu menjadi salah satu yang mungkin akan lebih sering terdengar ke depan,” ungkap dia.

Adapun tantangan terakhir kesenjangan dalam memperoleh teknologi dan inovasi ramah lingkungan guna mendukung penerapan pembangunan hijau yang berkelanjutan di masa depan.

Karena itu, diperlukan penelitian dan pengembangan teknologi, didorong oleh peraturan dan kelembagaan yang mendukung.

“Kita dihadapkan pada persoalan kesenjangan penguasaan teknologi. Teknologi is out there, tapi mengakui akuisisinya tentunya butuh tangan-tangan dari (para akademisi), teman-teman perguruan tinggi untuk juga mengembangkan kapasitas di dalam konteks penguasaan teknologi dan inovasi,” kata Vivi.

Mengacu dari contoh penerapan pembangunan hijau di berbagai negara, ditemukan bahwa faktor kunci yang memperlambat isu-isu lingkungan terletak pada aspek keahlian teknis dan kapasitas kelembagaan yang harus optimal, termasuk kualitas penelitian, data, dan tata kelola.

“Beberapa akademi di Asia dan Eropa, ada yang namanya Sustainable Communities Leadership, Academy for Sustainable Communities, serta European Academy for Sustainable Development ini bisa menjadi contoh-contoh kita mengembangkan platform pertukaran pengetahuan dan juga tentunya solusi-solusi yang bisa mengkatalis berbagai problem yang kita hadapi saat ini,” ungkap Vivi.

Baca juga: Kemenperin: Standard Industri Hijau untuk pembangunan berkelanjutan
Baca juga: PUPR: Penerapan green material di pembangunan IKN kurangi emisi karbon
Baca juga: Pemerintah pacu investasi berwawasan lingkungan, dukung dekarbonisasi


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024