Wina (ANTARA News) - Iran telah melanggar batas waktu yang ditetapkan Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan program pengayaan uraniumnya, namun sanksi PBB masih menunggu hasil pertemuan terakhir Uni Eropa - Iran pekan depan. Badan pengawas nuklir PBB (IAEA) di Wina, Kamis mengumumkan bahwa Iran masih belum menghentikan aktifitas pengayaan tersebut, dalam suatu laporan tertutup kepada Dewan Keamanan, menandai berakhirnya batas waktu 31 Agustus. Di New York, Dubes AS untuk PBB John Bolton mengatakan bahwa laporan tersebut memberikan banyak bukti mengenai penentangan Iran. Namun Bolton mengatakan bahwa Dewan Keamanan belum memberi respon segera dan akan menunggu kesempatan pertemuan terakhir di Berlin Rabu mendatang antara ketua kebijakan luar negari Uni Eropa Javier Solana dan negosiator nuklir Iran Ali Larijani. "Baru kemudian kami akan berdiskusi disini dan di ibukota (Washington DC) mengenai kemana langkah berikutnya," kata Bolton, seperti dikutip AFP. Para menlu Eropa Jumat ini bertemu di Finlandia untuk membahas tantangan dalam menjaga dialog dengan Iran. Dengan berakhirnya batas waktu, AS yakni kini waktunya untuk mengubah pendekatan "wortel" menjadi "kayu". Deplu AS mengatakan bahwa negara-negara utama di PBB akan bertemu di Berlin Kamis depan untuk membicarakan soal sanksi. Pertemuan itu akan mendahului pertemuan Solana-Larijani. Namun para diplomat AS telah menyiapkan proposal untuk sanksi bertahap kepada Iran. Wakil Menlu AS Nicholas Burns yang akan mewakili AS di Berlin mengatakan bahwa ia berharap Dewan Keamanan dapat mengadopsi suatu sanksi dalam sebulan ini. Dewan Keamanan PBB Juli lalu telah meminta Iran menghentikan seluruh aktifitas pengayaan uranium sebelum 31 Agustus karena ada kekhawatiran terutama dari AS bahwa program tersebut akan dibelokkan menjadi produksi senjata nuklir. Pengayaan uranium dapat menghasilkan bahan bakar untuk reaktor nuklir bagi kepentingan masyarakat, tapi dengan proses penyulingan tinggi dapat menjadi bahan pembuat bom atom. Iran mengatakan bahwa programnya adalah untuk kepentingan damai, untuk pembangkit listrik. Pada 21 Agustus lalu Iran juga mengatakan siap berbicara dengan negara-negara 5+1 (AS, Rusia, China, Inggris, Perancis, Jerman) mengenai paket insentif yang ditawarkan jika menghentikan program nuklur tersebut. Namun Iran tetap tidak menghiraukan desakan menghentikan aktifitas pengayaan uraniumnya. Anggota Dewan Keamanan PBB, China dan Rusia, mengenyampingkan sanksi dan bakal menggunakan hak veto. Rusia mengatakan bahwa mereka akan menunggu hingga pertemuan Solana-Larijani belum membuat keputusan, kata seorang diplomat kepada AFP. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengatakan bahwa ia menolak mundur satu inchi pun terdapat desakan dunia. Sebuah laporan menyebutkan bahwa Teheran sejak sepekan lalu telah memulai putaran baru dari pengayaan uranium . Presiden AS George W. Bush mengatakan: "ini waktunya bagi Iran untuk menentukan pilihan. "Kami akan terus bekerja bersama rekan-rekan kami dalam merencanakan suatu solusi diplomatis, namun tetap harus ada konsekuensi atas penentangan Iran dan kita jangan membiarkan Iran mengembangkan senjata nuklir," katanya. "Para pengawas (IAEA) belum menemukan bukti kongkrit bahwa program nuklir Iran bersifat untuk keperluan militer," kata seorang pajbat yang dengan dengan IAEA. Ia meyatakan kesimpulan itu diambil sesudah pemeriksa dari Badan Tenaga Atom Dunia (IAEA), menyelidiki masalah tambahan tentang cakupan dan alasan kegiatan nuklir Iran sebagai bagian penyelidkan sejak Februari 2003. Masalah itu melibatkan kegiatan dengan pendaur canggih P2 untuk memperkaya uranium dan cetak biru milik Iran untuk membuat bagian senjata nuklir. Iran belum menjawab persoalan itu. "Ada kemandekan menyangkut masalah dalam resolusi itu, yang dapat menjernihkan alasan damai kegiatan Iran itu," kata pejabat yang tidak mau disebut namanya itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006