Seluruh uang yang dibobol Eddy Tansil dari Bapindo dan dibawa ke China harus dikembalikan ke Indonesia."
Medan (ANTARA News) - Pakar Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) DR Pedastaren Tarigan menyarankan, Pemerintah Indonesia secepatnya menangkap Eddy Tansil dari China, agar jangan sampai setelah 17 tahun buronan kasus korupsi itu kembali kabur ke negara lain.

"Kementerian Hukum dan HAM selaku institusi yang berwenang harus dapat bertindak cepat dan segera menyelesaikan administrasi pemulangan buronan tersebut ke Indonesia," katanya di Medan, Minggu.

Ia berpendapat Eddy yang sudah terlacak keberadaannya di China, dapat saja meloloskan diri dari negeri Tirai Bambu itu dengan bantuan pihak-pihak yang berkepentingan.

"Ini harus dapat diantisipasi mengingat buronan itu akan dibawa ke Indonesia untuk menjalani hukuman," ujarnya.

Dia menyebutkan, Pemerintah Indonesia juga dapat menyita aset-aset dan kekayaan Eddy Tansil yang dalam vonis hakim terbukti menggelapkan Rp1,5 triliun uang negara.

Uang yang diperoleh dari Eddy Tansil, dikatakannya, akan dapat dipergunakan untuk kepentingan pembangunan dan membantu kesejahteraan rakyat Indonesia yang miskin.

"Seluruh uang yang dibobol Eddy Tansil dari Bapindo dan dibawa ke China harus dikembalikan ke Indonesia," ucap Kepala Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) itu.

Pedastaren mengatakan, kerja sama yang baik antara Pemerintah Indonesia dan China perlu ditingkatkan sebab kemungkinan masih ada lagi buronan negeri ini yang bersembunyi di negara tersebut.

Eddy Tansil melarikan diri dari penjara Cipinang, Jakarta Timur, pada 4 Mei 1996 saat harus menjalani masa hukumannya 20 tahun.

Dirinya terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar AS (setara Rp1,5 triliun dengan nilai kurs kala itu) yang didapatnya dari kredit Bapindo melalui Golden Key Group.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonisnya dengan 20 tahun kurungan, denda Rp30 juta, membayar uang pengganti sebesar Rp500 miliar dan membayar kerugian negara Rp1,3 triliun. (*)

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014