Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak eksepsi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana Wira Kusuma. Penolakan tersebut dilakukan karena Majelis Hakim yang diketuai Moerdiono menilai sejumlah keberatan terdakwa terhadap surat dakwaan tidak beralasan. "Majelis Hakim menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan perkara dan menolak eksepsi terdakwa satu serta terdakwa dua," kata Ketua Majelis Hakim Moerdiono dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu. Selain menolak eksepsi terdakwa, Majelis Hakim juga menolak permintaan penasehat hukum terdakwa satu Mulyana W Kusuma dan terdakwa dua Richard Manusun (RM) Purba yang meminta agar kliennya dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Dalam salah satu pertimbangannya Majelis Hakim menilai eksespi Mulyana yang menyatakan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi seolah telah menjadi bagian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak beralasan. "Dalil tersebut tidak bisa diterima karena itu adalah kekeliruan terdakwa dan penasehat hukumnya dalam memahami UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi," kata salah seorang anggota Majelis Hakim Hendra Yospin saat membacakan putusan majelis sela. Dalil lain yang ditolak oleh Majelis Hakim adalah materi dari penasehat hukum yang menyatakan Jaksa Penuntut Umum seharusnya diberhentikan sementara dari institusi Kejaksaan. "Pasal 39 ayat 3 UU No.30 Tahun 2002 tidak terkait dengan struktur kepegawaian, namun hanya menyatakan adanya peralihan tugas dari semula Jaksa Penuntut bertugas di institusi Kejaksaan kemudian dialihkan ke KPK," katanya. Menanggapi putusan sela tersebut, terdakwa satu Mulyana W Kusuma dan terdakwa dua RM Purba yang masing-masing adalah Ketua dan Sekretaris Panitia Pengadaan Kotak Suara Pemilu 2004 menyatakan banding. Majelis Hakim akan melanjutkan persidangan pada Rabu (13/9) pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi Farida Fauzi dan Kusmanto yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari KPK. Sebelumnya anggota KPU Mulyana W Kusuma dan Kepala Biro Logistik KPU RM Purba didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa keduanya melakukan pengadaan kotak suara tidak sesuai dengan Kepres No.80 Tahun 2003 dengan melakukan penunjukkan langsung kepada rekanan PT Survindo Indah Prestasi. Tindakan itu diperkirakan menyebabkan kerugian negara senilai Rp11 milyar. Keduanya didakwa melanggar ketentuan hukum yang tercantum dalam Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP pada dakwaan primer. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006