Jakarta (ANTARA News) - Perang antar suku yang kerap terjadi di Provinsi Papua dapat diselesaikan melalui peningkatan sumber daya manusia, salah satunya dengan pendidikan. Meski berlatar budaya, masalah perang suku itu dapat dikikis secara perlahan melalui pemberian pemahaman kepada masyarakat bahwa penyelesaian permasalahan adat dapat dilakukan secara hukum tanpa menggunakan kekerasan. "Perlu ada perubahan sehingga tidak lagi seperti itu penyelesaiannya. Perubahan itu dapat dilakukan melalui jalur pendidikan," kata Mayjen (Purn) Setiya Purwaka, Deputi I Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Bidang Politik Dalam Negeri di Jakarta, Rabu. Ia menambahkan walaupun permasalahan perang antar suku tidak menjadi fokus khusus dalam penyelesaian permasalahan di Papua, namun ia cukup prihatin dengan sering terjadinya peristiwa itu. "Sebetulnya masalah perang suku tidak menjadi bagian khusus penyelesaian masalah-masalah di Papua. Saya menyayangkan masih adanya kultur seperti itu," tambahnya. Dia juga menjelaskan bahwa walaupun terjadi beberapa kali perang antar suku, namun hal tersebut tidak akan berpengaruh terhadap pelaksanaan otonomi khusus di Papua apalagi keutuhan NKRI. "Tetapi kita juga mendalami apakah ada unsur-unsur provokasi dalam peristiwa itu dan kini tengah di selidiki," katanya. Lebih lanjut Setiya yang juga Kepala Desk Papua di Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan juga menjelaskan bahwa ada sejumlah pilar yang menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah di Papua, di antaranya undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus. "Kemudian berbicara tentang wilayah Papua kita juga harus ingat tentang bekas wilayah Irian Jaya, artinya juga ada Irian Jaya Barat" ujarnya. Dia menambahkan dalam konsepsi yang ada semua kekayaan alam yang ada di Papua harus dapat dinikmati oleh semua wilayah di pulau tersebut. "Kita istilahkan dengan satu kesatuan wilayah ekonomi Papua, jadi katakanlah Freeport yang ada di Provinsi Papua keuntungannya juga harus bisa dinikmati Irian Jaya Barat," katanya. Demikian juga dengan eksplorasi minyak di Tangguh yang ada di Irian Jaya Barat juga harus bermanfaat bagi masyarakat Papua, katanya. Masalah Kepemimpinan Setiya yang ditemui di sela acara forum koordinasi dan konsultasi peningkatan etika politik di Kantor Menko Polhukam mengatakan ada permasalahan kepemimpinan di Papua. Dia menyatakan perlu adanya peningkatan kemampuan semua aparatur daerah di provinsi tersebut supaya target-target pembangunan dan percepatan pencapaian target itu dapat dilakukan. "Oleh karena itu kita mengadakan program penguatan kapasitas, peningkatan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di Papua dan Irian jaya Barat bersama dengan Departemen Dalam negeri," katanya. Ia juga menambahkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki komitmen khusus untuk pelaksanaan otonomi khusus di papua melalui "new deal policy for Papua". Kebijakan itu, kata dia, menyangkut lima hal yakni percepatan peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, percepatan penyiapan infrastruktur dasar, keamanan pangan dan penyetaraan kemampuan putra daerah. "Situasi saat ini sudah kondusif, tidak ada lagi gejolak terhadap kepemimpinan di Papua dan kini tengah kita buat Inpres untuk melaksanakan `new deal for Papua`," ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006