Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali menegaskan, saat ini garmen dan pakaian bekas impor makin marak sehingga mengancam potensi produk kain nusantara. "Keduanya, pakaian jadi dan bekas impor makin marak dan ini mengancam kelangsungan produk kain nusantara, khususnya tenun tradisional," katanya kepada pers usai membuka Pameran Kain Nusantara dan Asesoris 2006 di Jakarta, Rabu. Namun, Suryadharma tidak merinci berapa potensi impor pakaian jadi dan pakaian bekas tersebut. Menurut dia, garmen impor, khususnya dari China selama ini trennya meningkat dengan kualitas dan harga bersaing. Untuk itu, produsen garmen lokal, seperti tenun nusantara harus berupaya bersaing dengan meningkatkan kualitas disain. "Didukung semangat Cinta Produksi Dalam Negeri, kami yakin tenun tradisional ini bisa bersaing", katanya. Caranya, lanjut Menteri, selain sering ada pameran dan eksibisi yang mempertemukan produsen dan konsumen, perlu juga memperhatikan kualitas produk, daya tarik, harga bersaing, pengiriman tepat waktu dan pelayanan yang memuaskan. Potensi Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk tenun dan batik nusantara saat ini sebesar 175 ribu unit usaha (data 2004, BPS) dan tersebar di 18 propinsi dan 364 ribu tenaga kerja. Selain itu, Suryadharma akan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dalam rangka mengkaji penurunan pajak ekspor bagi produk tenun dan kain nusantara milik IKM agar bisa bersaing di pasar global. "Berapa pajak ekpsor yang ideal bagi mereka, nanti akan dikaji," katanya. Sementara, menurut Deputi Menteri Bidang Pemasaran dan Jaringan Pasar Sri Ernawati, salah satu kelemahan produk tenun nusantara adalah disainnya kurang kuat dan tidak mengikuti selera pasar. "Untuk itu, perlu ada sentuhan-sentuhan agar mereka mengubah orientasi disainnya," kata Sri. Produk tenun nusantara sebenarnya tak kalah dan saat ini adalah peluang terbuka karena pabrik tekstil besar banyak yang tutup. Sri menambahkan, salah satu pasar ekspor negara tetangga yang permintaannya cukup tinggi adalah Malaysia dan Myanmar.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006