Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menjatuhi hukuman mati kepada enam dari delapan terdakwa kasus penyelundupan heroin seberat 8,2 kilogram dari Bali ke Australia yang dikenal dengan sebutan "Bali Nine" (kelompok sembilan penyelundup di Bali), sedangkan dua terdakwa lagi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, Rabu. Putusan mati bagi enam terdakwa itu diambil dalam rapat musyarawah hakim yang diketuai Iskandar Kamil pada 16 Agustus 2006 dan 31 Agustus 2006. "Perkara yang ada di saya semuanya hukuman mati. Hukuman mati dianggap hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka," kata Iskandar Kamil, ketika ditemui di Gedung MA, Jakarta, Rabu. MA memperkuat hukuman mati bagi dua terdakwa, Myuran Sukumaran (24) dan Andrew Chan (21) yang sebelumnya telah divonis mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 14 Februari 2006 dan diperkuat lagi oleh Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pada 20 April 2006. Tiga terdakwa lain, Tan Duc Thanh Nguyen (23), Si Yi Chen (20) dan Matthew James Norman (19), diperberat hukumannya oleh MA menjadi hukuman mati, dari sebelumnya hukuman seumur hidup yang dijatuhkan oleh PN Denpasar pada 15 Februari 2006 dan diperingan menjadi 20 tahun penjara oleh PT Denpasar pada 13 April 2006. Satu terdakwa lain, Scott Anthony Rush juga diperberat hukumannya oleh MA menjadi hukuman mati dari sebelumnya hukuman seumur hidup yang dijatuhkan PN Denpasar dan diperkuat lagi oleh putusan PT Denpasar. Pertimbangan hukuman mati bagi enam terdakwa itu, menurut Iskandar, karena tindak pidana narkotika membahayakan tidak hanya negara dan rakyat Indonesia, tetapi juga negara dan rakyat negara lain. MA menilai kejahatan kelompok "Bali Nine" sebagai sindikat kejahatan yang terorganisir. "Kejahatan yang dilakukan secara terorganisir lebih berat," ujarnya. Satu terdakwa lain dalam kelompok "Bali Nine", Renae Lawrence, tidak mengajukan kasasi atas hukuman penjara 20 tahun yang divonis PT Denpasar. Jaksa Penuntut Umum juga tidak mengajukan kasasi atas putusan PT Denpasar itu. Sebelumnya, di tingkat PN, Renae dijatuhi hukuman seumur hidup. Dua terdakwa yang divonis seumur hidup, Michael William dan Martin Eric Stephens, diputus oleh majelis hakim yang berbeda yang diketuai oleh Muhammad Taufik. Hukuman seumur hidup bagi keduanya itu diputuskan pada Rabu, 6 September 2006. Taufik mengatakan, berbeda dengan enam terdakwa kelompok "Bali Nine" yang dijatuhi hukuman mati, Michael dan Martin hanya berperan sebagai kurir. "Dua orang ini hanya kurir. Mereka pegawai perusahaan biasa di Australia yang dibayar untuk membawa heroin," ujarnya. Pada tingkat PN, Michael dan Martin divonis hukuman seumur hidup. Pada tingkat banding, Michael diperingan hukumannya menjadi 20 tahun penjara dengan pertimbangan masih berumur 20 tahun, sedangkan hukuman bagi Martin tetap seumur hidup. Taufik menjelaskan, MA mengembalikan hukuman bagi Michael menjadi hukuman seumur hidup, karena pertimbangan PT Denpasar yang mengurangi hukumannya menjadi 20 tahun penjara dianggap tidak cukup beralasan. MA juga menganggap peranan Michael dan Martin sebagai kurir adalah sama, sehingga PT Denpasar tidak beralasan untuk membedakan hukuman bagi keduanya. "Pertimbangan PT memperingan jadi 20 tahun dianggap tidak cukup. Kita pelajari, dan kita kembalikan ke putusan PN yang menyamakan hukuman bagi keduanya supaya tidak terjadi disparitas," tutur Taufik. Iskandar Kamil dan Taufik sempat menerima dua orang tamu dari Kedutaan Besar Australia di Indonesia. Menurut Iskandar, Kedubes Australia hanya ingin mengkonfirmasi berita tentang putusan kasasi yang dikeluarkan MA bagi delapan terdakwa warga negara Australia itu yang telah dimuat oleh sebuah surat kabar Australia. Kedubes Australia juga bertanya kepada Iskandar, mengapa Pemerintah Australia tidak diberitahu soal putusan MA itu. "Tadi saya terangkan bahwa sesuai hukum Indonesia, MA tidak pernah mengeluarkan statement dan tidak mengeluarkan naskah. MA nanti akan mengirim putusan kepada PT Denpasar dan PN yang akan memberitahukan kepada pihak yang berperkara," kata Iskandar. Ia menjelaskan, hukuman mati bagi terdakwa perkara narkotika seperti itu bukanlah yang pertama kali dijatuhkan oleh MA. Menanggapi komentar Perdana Menteri (PM) John Howard yang akan mengajukan permohonan pengampunan kepada pemerintah Indonesia, Iskandar mengatakan hal itu bukanlah kompetensi pengadilan, dan sepenuhnya merupakan urusan Presiden, apabila para terdakwa itu ingin mengajukan grasi. Iskandar juga berharap, putusan MA tidak akan mempengaruhi hubungan Indonesia dan Australia. "Saya harap tidak. Saya yakin mereka yang di sana adalah orang yang arif dan bijaksana," demikian Iskandar. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006