"Delegasi Indonesia menhimbau Pemerintah Mesir agar melonggarkan Perlintasan Rafah bagi akses lalu lintas manusia dan barang dari dan keluar Jalur Gaza,"
Kairo (ANTARA News) - Indonesia mendorong Mesir untuk membuka perlintasan Jalur Gaza guna meringankan beban warga Palestina memenuhi kebutuhan pokok di tengah blokade Israel.

"Delegasi Indonesia menhimbau Pemerintah Mesir agar melonggarkan Perlintasan Rafah bagi akses lalu lintas manusia dan barang dari dan keluar Jalur Gaza," kata anggota delegasi DPR , Muhammad Najib, di sela Konferensi Parlemen Negara-Negara Organisasi Kerja Sama Islam (PUIC-OKI) di Teheran, Iran, Ahad (16/2).

Pernyataan Najib, yang dihubungi Antara dari Kairo itu merujuk pada perlinstasan Rafah yang merupakan satu-satunya jalur lalu lintas yang menghubungkan Jalur Gaza dan dunia luar.

Perlintasan Rafah sempat dibuka seluas-luasnya pada masa pemerintahan Mesir dipimpin Presiden Mohamed Morsi pada pertengahan 2013 hingga Juni 2014.

Namun, setelah Moursi ditumbangkan oleh oposisi dukungan militer pada 3 Juli 2013, perlintasan Rafah praktis ditutup, dan hanya secara sporadis dibuka dalam hitungan jam untuk bantuan kemanusiaan.

Menurut Najib, pembukaan perlintasan Rafah itu sangat mendesak bagi warga di kantong Palestina yang menderita akibat blokade Israel.

Persatuan Palestina

Di sisi lain, Delegasi Indonesia juga mengingatkan pentingnya persatuan Bangsa Palestina sendiri khususnya antara gerakan perlawanan Fatah dan HAMMAS.

Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas sejauh hanya menguasai Jalur Tepi Barat, sementara HAMAS pimpinan Perdana Menteri. Ismail Haniyeh menguasai Jalur Gaza.

Perseteruan kedua kubu utama Gerakan Palestina itu berlangsung sejak 2006 setelah HAMAS memenangkan pemilihan umum yang tidak disukai oleh Amerika Serikat dan Israel.

Para pengamat menilai, perseteruan Fatah dan HAMAS tersebut akibat propaganda AS dan Israel yang mendukung penuh Fatah, dan menganggap HAMAS sebagai organisasi "teroris".

Sementara itu, dalam sidang "Standing Committee on Palestine" tersebut, Delegasi Turki menentang dimasukkannya Suriah sebagai anggota tetap Committee Palestina.

Penolakan Turki itu terkait dengan perang saudara di Suriah yang sudah berlangsung lebih dari tiga tahun.

Turki saat ini mendukung oposisi Suriah penentang Presiden Bashar Al Assad, sementara Pemerintah Assad didukung Iran.

Dalam pembicaraan tentang Palestina, PUIC-OKI mengecam Israel terkait perluasan wilayah pendudukan, pelanggaran HAM dan perusakan sistematis Masjid Al Aqsa di Jerusalem, Tepi Barat.

Di samping itu, parlemen OKI mendorong negara-negara anggota untuk menekan negara-negara Barat agar warganya tidak membeli properti Israel khususnya yang berlokasi di Tepi Barat.

OKI menilai, tanah di wilayah pendudukan itu adalah milik rakyat Palestina yang dirampas secara ilegal kemudian dianeksasi menjadi bagian dari Israel.

(M043/A011)

Pewarta: Munawar S Makyanie
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014