Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi X DPR mempersoalkan maraknya pungutan di sekolah dan mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sejak dari tingkat sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Persoalan mahalnya biaya pendidikan disampaikan dalam rapat kerja Depdiknas dengan Komisi X DPR yang dipimpin Ketua Komisi X DPR RI Erwan Prayitno dari fraksi PKS untuk membahas Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Buku di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa petang. Anggota Komisi X DPR, Elviana dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mengatakan program BOS Buku seolah terlihat besar dari namanya saja dan dijadikan sebagai bahan kampanye pemerintah. Namun, justru sangat miskin dalam makna. "Jenjang SMP dengan tujuh mata pelajaran, kalau hanya diberi satu buku sangat tidak membantu orang tua murid. Sebab, sisanya, lagi harus dibeli orang tua murid. Anak saya saja yang kelas dua SMP harus membeli buku pelajaran senilai Rp600.000. Pintarnya, guru biayanya bisa dicicil sampai tiga kali," katanya. Namun demikian, Elviana mengakui BOS Buku merupakan ide yang bagus untuk membantu orang tua murid, namun dalam pelaksanaannya di lapangan masih menghadapi kendala dan kegagalan. Oleh karena itu, dia mengusulkan adanya kebebasan dalam membeli buku, dan buku yang standar dan berkualitas disediakan oleh negara. Senada dengan Elviana, anggota Komisi X DPR Lainnya, Farida Sakwan menambahkan bahwa kebijakan pendidikan mestinya berpihak pada kalangan tidak mampu. Kalangan DPR itu juga mempertanyakan Permendiknas No 11/2005 tentang buku teks pelajaran yang dinilai "tidak memiliki gigi" untuk mencegah penjualan buku di sekolah-sekolah. Meski adanya kebijakan larangan masih tetap saja sekolah menjual buku. Bahkan, di tambah dengan menjual Latihan Kerja Siswa (LKS) dan buku tulis. Menanggapi hal tersebut, Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan BOS tunai maupun BOS Buku harus diimbangi dengan BOS Pemda, sehingga bisa menutup biaya pendidikan per anak yang sekaligus membebaskan orang tua dari segala biaya untuk bersekolah, khususnya di tingkat wajib belajar sembilan tahun. Oleh karena itu, pihaknya tengah mempersiapkan Draft RPP tentang Pendanaan Pendidikan, yang antara lain, mengatur dan mengendalikan soal pungutan-pungutan yang tidak berkenan di hati orang tua murid. Terkait dengan penjualan buku di sekolah, Mendiknas mengakui kelemahan Permendiknas yang mengatur mengenai pengelolaan buku teks pelajaran, dan pihaknya tengah mempersiapkan rancangan UU mengenai Perbukuan. "Di antaranya, mengatur soal penjualan buku dan sanksinya yang bisa sampai kepada sanksi pidana, sehingga peraturan tersebut ditaati. Draf RUU Perbukuan ini tengah dalam tahap finalisasi," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006