Kulon Progo (ANTARA News) - Kalangan masyarakat di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengembangkan budi daya bunga krisan yang mampu meningkatkan penghasilan ekonomi keluarga.

Petani bungan krisan, Sukardi, di Kulon Progo mengatakan budi daya tersebut sudah dirintis masyarakat sejak 2012 yang didampingi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta dan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi).

"Pada saat itu, di Gerbosari hanya ada empat kubung yang masing-masing berisi 1.000 batang. Namun saat ini, lebih dari 20 kubung," kata Sukardi.

Awalnya, lanjut Sukardi, pengembangan budi daya tanaman hias ini dilakukan di Desa Sidoharjo. Melihat bunga krisan tumbuh dengan baik, pemerintah DIY dan Kulon Progo mendorong masyarakat mengembangkan bunga krisan.

Adapun secara keseluruhan di Kecamatan Samigaluh yang terletak di Pegunungan Menoreh ini sudah ada 25 kubung yang telah produksi.

"Saat ini, semakin banyak yang menanam sampai Nglambur Desa Sidoharjo dan di Desa Ngargosari juga sudah ada," kata dia.

Menurut dia, bunga krisan sangat cocok ditanam dengan ketinggian di atas 600 meter di atas permukaan laut (mdpl) seperti di wilayah itu.

Pengembangan budi daya bunga krisan, kata Sukardi, terbukti mampu meningkatkan perekonomian warga karena sudah jelas menguntungkan.

Harga satu kubung yang berisi 4.000 batang dengan modal Rp750 ribu-Rp1 juta setidaknya bisa diperoleh hasil Rp3 juta dalam waktu 3,5 bulan.

Sementara itu, kata dia, modal awal untuk membuat kubungnya diperlukan modal Rp6-7 juta dan bisa dimanfaatkan selama lima tahun.

"Satu kubung dari 4.000 batang krisan bisa memanen 3.000 batang, dengan harga Rp1.000/batang, sehingga hasil panen bisa sekitar Rp3 juta," kata dia.

Dia mengatakan pemasaran bunga krisan dari Samigaluh ini untuk memenuhi permintaan dari penjual bunga di Kotabaru, Yogyakarta.

"Permintaan bunga krisan sebenarnya dari berbagai daerah. Tapi, produksi bunga krisan belum mampu memenuhi permintaan pasar," kata dia.

Pewarta: Sutarmi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014