Bogor, (ANTARA News) - Keberhasilan Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, sebagai lembaga konservasi "ex-situ" (di luar habitat) selama bulan September 2006 ini, bertambah lagi dengan lahirnya bayi Gajah Sumatra (Elephas maximus Sumatranus) berjenis kelamin betina, yang masih belum diberi nama. "Keberhasilan (lahirnya gajah) ini merupakan kerja keras para `keeper` dan tim medis. Taman Safari Indonesia selalu berusaha terus mengembangbiakan satwa endemik Indonesia maupun satwa langka dunia," kata Frans Manansang, Direktur TSI Cisarua di Bogor, Jumat pagi (15/9). Ia menjelaskan, setelah mengandung selama sekitar 22 bulan, tepatnya tanggal 13 September 2006 pada pukul 13.07 WIB induk gajah betina yang berasal dari Riau bernama Nina (20 tahun) melahirkan satu ekor bayi gajah betina yang sampai saat ini belum diberi nama. Bayi gajah itu, berat badannya saat lahir sebesar 115 kg, tinggi badan 93 cm dan lingkar telapak kaki depan 49 cm. Kelahiran itu, merupakan kelahiran gajah ke-14 di TSI Cisarua. "Bayi gajah lucu ini hasil perkawinan antara Nina dengan induk jantan yang bernama Kara (27 tahun) yang saat ini ditempatkan pada kandang terpisah," katanya. Sementara itu, jurubicara TSI Cisarua, Nur Syamsiah menambahkan bahwa, Nina melahirkan secara normal dengan diawasi oleh "keeper" dan tim medis dari rumah sakit hewan TSI. Ia menjelaskan, dengan naluri seorang ibu, beberapa menit setelah melahirkan, Nina mendekati anaknya, membersihkan tubuh dan berusaha mengajarkan anaknya berdiri, dan setengah jam kemudian bayi gajah ini sudah terlihat bisa berdiri. Beberapa jam berikutnya sekitar pukul 17.30 WIB, bayi gajah tersebut terlihat mulai menyusu pada induknya. Induknya pun terlihat mulai makan rumput dan sayuran yang diberikan oleh "keeper". Menurut Frans Manansang, gajah Sumatra sebagai satwa endemik Indonesia merupakan kekayaan berharga sumberdaya hayati yang kini punya masalah serius, yakni ancaman dari kepunahan sehingga upaya-upaya konservasi, baik "in-situ" (di dalam habitat) maupun "ex-situ" harus dilanjutkan. Mengenai apa yang harus dilakukan untuk penanganan masalah ini, kata dia, ikhtiar penyelamatan gajah dari ancaman kepunahan memerlukan komitmen bersama dari berbagai pihak. "Pepatah yang menyatakan `gajah mati meninggalkan gading` sepertinya harus diubah menjadi `gajah mati karena gading`. Beberapa tubuh mamalia besar ini ditemukan mati tanpa gading di habitat aslinya. Konflik antara gajah dan manusia terus meruncing sampai sekarang," katanya. Menurut Nur Syamsiah, selain kelahiran mamalia besar itu, dalam beberapa bulan terakhir TSI juga berhasil menangkarkan satwa lain seperti Harimau Putih (Panthera tigris-tigris) dan orangutan (pongo pygmaeus). Dengan banyaknya kelahiran satwa di TSI Cisarua kembali membuka kesempatan kepada masyarakat, khususnya pencinta satwa untuk berpartisipasi dalam Program "Animal Parenting Membership" atau Program Orang Tua Asuh Satwa, terlebih usaha konservasi satwa bukan hanya tanggung jawab TSI sebagai lembaga konservasi namun merupakan tanggung jawab bersama.(*)

Copyright © ANTARA 2006