New York (ANTARA News) - Satu lembaga pengawas pers minta Eritrea untuk membebaskan 15 wartawan yang telah ditahan selama lima tahun setelah tindakan keras terhadap pers di negara yang disebutnya paling represif di Afrika itu. Komite untuk Melindungi Wartawan (CPJ) mengatakan, negara Tanduk Afrika kecil itu telah menahan ke 15 orang yang terputus hubungannya dengan orang lain tersebut sejak 2001 -- 13 dari mereka di penjara, dua dipaksa melakukan tugas militer. "Tidak hanya pemerintah terus menahan para tawanan itu tanpa tuduhan atau pengadilan, pemerintah bahkan menahan informasi paling dasar mengenai mereka, temasuk apakah mereka masih hidup," direktur eksekutif CPJ Joel Simon mengatakan. Negara termuda Afrika itu mendapat kemerdekaan resmi dari tetangga raksasanya Ethiopia pada 1993 setelah pemberontakan selama tiga dasawarsa yang dipimpin oleh Presiden Isaias Afwerki. CPJ mengatakan Eritrea di bawah Afwerki telah menjadi "negara paling represif di Afrika" dan penjara penting keempat wartawan di dunia setelah Cina, Kuba dan Ethiopia. "Sikap acuh tak acuh Eritrea yang mencolok pada hak asasi manusia dan proses seharusnya telah menjadikannya penjara terburuk wartawan di Afrika," kata Simon. Asmara membantah kecaman terhadap HAMnya dari luar, dengan mengatakan dunia telah lama berprasangka terhadap Eritrea dan menguntungkan kekuatan utama di Tanduk Afrika, Ethiopia. CPJ mengutip jurubicara presiden Yemahe Chebremeskel yang mengatakan pada organisasi wartawan itu bahwa para wartawan tersebut dipenjarakan bukan karena tulisan mereka tapi karena mereka "terlibat dalam tindakan melawan kepentingan nasional negara itu". Ke15 orang itu dijaring dalam tindakan keras terhadap pembangkang dan media independen yang menutup pers swasta negara tersebut pada September 2001, kata CPJ dikutip Reuters.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006