Surabaya (ANTARA News) - Luapan lumpur panas Lapindo Brantas Inc. sebaiknya dibuang ke laut daripada Kali Porong, karena salinitas (kadar garam) yang dimiliki lumpur tersebut hampir sama dengan air laut, namun tetap harus dilokalisir agar dampaknya tidak terlalu luas. Hal itu disampaikan Manager Program and Research dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Dra Daru Setyo Rini, MSi, Dipl ME yang dihubungi di Surabaya, Senin, terkait hasil penelitian yang dilakukan terhadap aktivitas pembuangan air lumpur di Kali Porong sepekan terakhir. "Lokasi pembuangan lumpur ke laut harus dilokalisir dengan membuat bendungan 'landfill' yang luasnya memadai, agar lumpur tidak tersebar ke laut bebas dan mencemari daerah lainnya," katanya. Menurut Daru, jika pembuangan tidak dilokalisir, dampaknya akan menyebabkan sedimentasi di perairan laut dan menutupi dasar laut dengan lumpur, sehingga akan membunuh biota di dasar laut yang menjadi sumber makanan bagi berbagai jenis ikan. Lapindo Brantas atau pemerintah, dapat belajar dari pengalaman pemerintah Jepang dalam melokalisir lumpur yang terkontaminasi merkuri di Teluk Minamata, ketika terjadi pencemaran sekitar tahun 1970-an akibat pembuangan lumpur beracun yang mengandung merkuri dengan kadar yang sangat tinggi. Pemerintah Jepang berupaya mengendalikan penyebaran pencemaran dan meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan, dengan cara melokalisir aliran lumpur di Teluk Minamata melalui pembuatan "landfill" yang dipagari oleh tanggul baja untuk memisahkan dengan laut lepas. "Kami kira langkah pemerintah Jepang itu bisa diterapkan Lapindo Brantas di Sidoarjo," ujarnya. Daru menambahkan jika pembuangan tidak dilokalisir, sedimentasi lumpur akan menyebabkan kekeruhan air laut meningkat dan berdampak pada produktivitas primer perairan laut yang menjadi sumber perekenomian masyarakat nelayan dan petambak di Sidoarjo dan sekitarnya. "Partikel lumpur dapat menyumbat insang ikan, kepiting dan udang, sehingga akan menyebabkan penurunan hasil perikanan laut yang akan berdampak sangat luas bagi perekonomian masyarakat dan pendapatan negara. Dari hasil penelitian ECOTON diketahui, salinitas lumpur sangat tinggi yakni sekitar 38-40 part per thousand/permil atau hampir sama dengan salinitas air laut yang sekitar 35 part per thousand/permil. Kondisi salinitas yang begitu tinggi itu dapat membunuh biota air tawar, jika lumpur dibuang ke sungai (Kali Porong) dan juga merusak kesuburan lahan pertanian produktif. "Biota, terutama ikan air tawar hanya mampu bertahan hidup dengan salinitas dibawah tujuh part permil. Pembuangan lumpur ke sungai sangat membahayakan kelestarian ekosistem dan bahkan akan memperluas wilayah yang terkena dampak luapan lumpur," tambah Daru. Ia menambahkan pembuangan lumpur ke Kali Porong juga berdampak pada sedimentasi dasar sungai dan menimbulkan pendangkalan, sehingga mengurangi kapasitas penampungan air pada musim hujan dan menyebabkan banjir. Disamping itu, daerah muara Kali Porong merupakan sumber perikanan yang harus dilindungi dari kerusakan, karena merupakan kawasan yang sangat penting bagi perkembangbiakan sumber perikanan laut. Kawasan Selat Madura adalah laut dangkal yang memiliki panjang zona pasang surut yang besar hingga enam kilometer, dan menjadi sumber perikanan yang sangat penting di Jawa Timur dengan menyumbangkan sekitar 25 persen produk ekspor perikanan Indonesia. "Karena itu, ECOTON dengan tegas menolak pembuangan lumpur ke Kali Porong, karena dampaknya sangat luas bagi masyarakat," tegas Daru. (*)

Copyright © ANTARA 2006