Depok (ANTARA News)? - Komisi Yudisial (KY) seharusnya mempunyai kewenangan dalam mengawasi hakim konstitusi, bukan hanya hakim agung, kata pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Deny Indrayana. "Seharusnya jika melihat buku-buku Prof Jimly Asshiddiqie dan Mohammad Laica Marzuki, KY bisa mengawasi hakim konstitusi," kata Deny, di sela-sela acara diskusi publik bertema "Mengkritisi Kekuasaan Kehakiman Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jabar, Selasa. Ia mengatakan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, KY bisa mengawasi sampai kepada Hakim Agung tapi tidak pada Hakim Konstitusi. "Yang menjadi permasalahannya adalah pasal-pasal pengawasan KY yang dibatalkan dan kenapa harus dibikin revisi," kata Deny yang juga Direktur Indonesian Court Monitoring. "Jimly dalam beberapa kali pidato menyatakan hakim konstitusi bisa diawasi oleh KY. Demikian juga Laica menyatakan hal serupa. Kenapa dalam putusan (MK) tidak seperti itu. Seharusnya tidak semudah itu ia merubah pendapatnya harus dilakukan klarifikasi dan akuntabilitas yang harus dijelaskan," katanya. Dikatakannya dalam beberapa seminar dan forum Jimly menyatakan sependapat dengan kewenangan KY mengawasi hakim konstitusi. "Jadi saya ingin tahu kenapa ada perubahan pedapat dan itu harus dipertanggungjawabkan," ujarnya. Deny juga merasa tidak yakin revisi UU KY hanya akan memakan waktu enam bulan seperti yang dikatakan oleh Jimly. "Saya tidak yakin revisi hanya enam bulan, karena pemerintah menyatakan dalam tahun 2006 tidak ada revisi jadi sudah hilang waktu empat bulan," ujarnya. Karena itu KY kesulitan mengawasi para hakim, sehingga ada kevakuman hukum agak lama yang menyebabkan praktek mafia peradilan semakin merajalela, dan ini sangat merugikan masyarakat. "Seharusnya MK tidak membatalkan pasal pengawasan, sehingga KY tidak mempunyai alat prosedural untuk mengawasi hakim," jelasnya. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006