Jakarta (ANTARA News) - Kepala Balai Besar Pasca-Panen Litbang Kementerian Pertanian Rudy Tjahjohutomo mengatakan, banyak industri yang belum tertarik melakukan pengolahan terhadap sagu.

"Industri banyak yang belum tertarik mengolah sagu menjadi tepung. Makanya, masyarakat jadi kesulitan memanfaatkan sagu menjadi makanan olahan," ujar Rudy usai acara diskusi yang digelar Masyarakat Ilmu Pengetahuan (Mapiptek) di Jakarta, Rabu.

Sagu masih kalah kelas dibandingkan jenis bahan makanan lainnya. Rudy menuding salah satu penyebabnya adalah tidak adanya industri yang membuat tepung sagu.

"Makanan yang terbuat dari sagu sudah banyak. Tapi permasalahannya sulit mendapatkan tepung."

Sebagai bahan makanan sagu mempunyai kandungan serat empat kali dari gandum. Kandungan serat yang banyak itu sangat cocok untuk usus.

Sagu juga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Berbeda dengan bahan pangan lain seperti beras yang minim serat dan tinggi glukosa. "Sagu juga mencegah kanker usus," katanya.

Selama ini, sambung dia, Indonesia masih terjebak dalam perangkap beras. Padahal masih banyak sumber bahan pangan lainnya yang bisa diolah.

"Padahal beras itu tidak terlalu bagus, karena menyebabkan gula darah naik. Dan jika kebanyakan bisa menyebabkan diabetes. Sagu lebih menyehatkan karena tidak ada efek sampingnya," jelas dia.

Sagu juga dicerna oleh tubuh secara perlahan, sehingga membuat orang yang mengkonsumsinya tidak cepat lapar, lanjut menteri.

Pewarta: Indriani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014