Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menerima 21 laporan pelanggaran ketentuan pemilu yang tergolong tindak pidana.

"Ada 21 laporan dari 45 laporan yang dilaporkan Bawaslu pada sebelum masa kampanye," kata Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse dan Kriminal Polri Brigjen Pol Herry Prastowo dalam diskusi di RRI Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pelanggaran itu di antaranya berupa kampanye di luar jadwal, politik uang, dan perusakan alat peraga kampanye.

Pelanggaran tersebut, lanjut dia, terjadi di berbagai daerah termasuk Sumatera Barat (satu kasus politik uang), Riau (satu kasus penggunaan tanda gambar selain gambar kampanye), Bengkulu (tiga kasus), Jawa Tengah (kasus PNS ikut kampanye).

Selain itu pelanggaran terjadi di Jawa Timur (dua kasus penggunaan fasilitas pendidikan), Bali (satu kasus pembakaran alat peraga), Nusa Tenggara Timur (dua kasus politik uang), Sulawesi Tengah (satu kasus pemalsuan identitas caleg), Sulawesi Tenggara (dua kasus politik uang), dan Papua (satu kasus kampanye di luar jadwal).

Herry mengatakan kasus tersebut sedang ditangani kepolisian di masing-masing daerah dan Bareskrim Polri berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.

Dalam tindak pidana pelanggaran ketentuan pemilu, ia menjelaskan, proses penyelidikan dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu dan setelah itu dinaikkan menjadi tahap penyidikan di Mabes Polri karena batas waktu prosesnya hanya 14 hari.

Sebelumnya ada enam laporan pelanggaran yang penanganannya dihentikan oleh Polri karena dinilai tidak termasuk tindakan pidana, di antaranya dugaan pemalsuan surat oleh Raditya Benito Venansiusdan dugaan kampanye di luar jadwal oleh AD Ariseno N Ridhwan dan Daniel Foluan (Gerindra).

Selain itu ada kasus kampanye di luar jadwal yang dilakukan oleh Rizal Mallarangeng dan Aburizal Bakrie (Golkar), serta dugaan kampanye di luar jadwal oleh David F Audy, Hatta Rajasa, Aziz Subekti serta Hari Tanoesoedibjo.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014