Jakarta (ANTARA News) - Penyederhaaan jumlah partai politik (parpol) peserta Pemilu 2009 dengan mekanisme "electoral treshold" (ET, ambang batas pemilihan yang diatur dalam UU-red.) tiga persen sudah cukup untuk saat ini, namun pemberlakuannya harus dilakukan secara konsisten dengan "parliamentary treshold", kata seorang pengamat politik Pusat Reformasi Pemilu (Cetro). Dengan kata lain, parpol yang dapat menempatkan wakilnya di parlemen hanyalah mereka yang memperoleh electoral treshold sebanyak tiga persen ke atas, kendati akibatnya akan ada suara pemilih yang "hilang" karena parpol pilihannya tidak mencapai target minimal electoral treshold, kata Program Koordinator Cetro untuk masalah reformasi Pemilu, Diman K Simanjuntak, di Jakarta, Selasa. Sejak 1999, Indonesia sebenarnya sudah menerapkan electoral treshold, yakni pada Pemilu 1999 sebanyak dua persen dan Pemilu 2004 (tiga persen). Namun penerapannya masih belum jelas atau "banci ", karena sejumlah parpol yang tidak mencapai electoral treshold tetap dapat mendudukkan wakilnya di DPR, katanya. Di negara-negara demokratis, seperti Jerman, Rusia, dan Ukraina, electoral treshold adalah ambang batas untuk bisa masuk ke parlemen. Jika hal ini diterapkan di Indonesia, maka diperkirakan hanya ada enam parpol yang berhak mendudukkan wakilnya di parlemen sebagai hasil Pemilu 1999 dan tujuh parpol pada Pemilu 2004, katanya. Namun, yang terjadi di Indonesia adalah parpol yang tidak mencapai electoral treshold berganti nama untuk kembali dapat ikut dalam pemilu berikutnya dan tetap dapat mendudukkan wakilnya di DPR, katanya. Hilangnya suara Untuk menghindari "hilangnya" suara rakyat, suara yang diperoleh parpol yang gagal mencapai electoral treshold diberikan kepada parpol-parpol lain yang memenuhi electoral treshold dengan mempertimbangkan kesamaan ideologi partai, program kerja, maupun aliansi antar parpol yang telah dibangun sebelum Pemilu, katanya. "Untuk aliansi, idealnya, aliansi antar parpol itu sudah harus dibangun sebelum Pemilu. Sebagai contoh, PBR membangun aliansi dengan PPP. Ini akan lebih sehat. Ini tidak lagi politik" dagang sapi" karena dilakukan sebelum Pemilu yang menjadi arena kompetisi parpol-parpol," katanya. Menjawab pertanyaan tentang pendirian parpol-parpol baru dan kaitannya dengan wacana penyederhanaan jumlah parpol peserta Pemilu, Simanjuntak mengatakan kendati jumlah parpol yang dapat mengikuti Pemilu adalah terbatas, mendirikan parpol adalah hak warganegara yang dijamin UUD 1945. "Pendirian parpol tidak perlu dibatasi, tapi yang perlu adalah parpol yang mau ikut Pemilu diukur dengan electoral treshold. Yang tidak lulus menggabungkan diri dengan yang lulus electoral treshold. Ini tidak akal-akalan. Menurut penelitian, paling banyak masyarakat bisa mengingat lima parpol ... ," katanya. Hingga Senin (25/9), Departemen Hukum dan HAM sudah menerima pendaftaran 27 parpol baru kendati belum bisa dipastikan apakah parpol baru itu bisa memenuhi hak untuk mengikuti Pemilu 2009 atau tidak. Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dalam Raker dengan Komisi III di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin menjelaskan, pihaknya hanya menerima pendaftaran dan belum melakukan verifikasi. Dia menyatakan, verifikasi akan dilakukan berdasarkan UU mengenai politik yang menunggu pembahasan atau revisi di DPR. Ke-27 parpol yang baru terdaftar itu adalah Partai Generasi, Partai Indonesia Muda Bangkit, Partai Indonesia Maju, Partai Nusantara Indonesia, Partai Islam Persatuan, Partai Solidaritas Buruh, Partai Buruh, Partai Republikku, Partai Murba Indonesia, PNI Massa Marhaen dan PNI Marhaen. Seterusnya, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Solidaritas Nasional, Partai Bela Negara, Partai Kristen Demokrat, Partai Orde Baru, Partai Satria Pinangit, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Bintang Bulan, Partai Kristiani Indonesia, Partai Nasional, Partai Damai Sejahtera dan Partai Demokrasi Indonesia. Partai lainnya adalah Partai Pembaharuan Damai Sejahtera, Partai Rakyat Merdeka, Partai Demokrat Sejahtera dan Partai Kemerdekaan Rakyat. (*)

Copyright © ANTARA 2006