Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menyerukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk segara mengambil tindakan dalam masalah di Timur Tengah, mengingat Muslim di manapun akan bereaksi keras atas apa yang mereka yakini sebagai tindakan penyerangan pada negara se-agamanya, Palestina, Irak dan Afganistan. "Operasi teroris mulai dari Timur Tengah hingga Asia Tenggara merupakan pembenaran mereka atas upaya untuk memerangi tindakan yang mereka anggap sebagai agresi terhadap Islam," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Hassan Wirajuda dalam pidatonya di Sidang ke-61 Majelis Umum PBB di New York, Senin siang waktu setempat. Menurut Menlu RI, saat ini dunia tengah menjadi saksi kesalahan persepsi di antara sejumlah negara barat yang menilai Islam cenderung dengan kekerasan, dan di pihak lain kelompok teroris mengklaim tindakan kekerasan mereka sebagai suatu aksi suci. "Satu-satunya cara untuk membebaskan pikiran manusia dari kesalah- pahaman itu adalah melalui dialog secara intensif dan ekstensif," katanya. Indonesia, lanjut Menlu, aktif mempromosikan dialog antar agama dan budaya di kawasan Asia Pasifik dan dalam Forum Asia-eropa (ASEM). "Ini merupakan cara kami untuk melawan ideologi teroris dan di waktu bersamaan menguatkan kalangan moderat dan suara moderat," katanya. Menlu Wirajuda juga mengatakan, Indonesia dan Norwegia awal bulan ini juga menyelenggarakan "Global Intermedia Dialogue" dengan tujuan untuk mempromosikan sensitivitas media terhadap kepercayaan dan budaya negara lain, dengan tidak melupakan kebebasan berekspresi. Salah satu tugas utama PBB, kata Menlu Wirajuda, adalah memberikan jalan bagi masyarakat internasional untuk mengatasi tantangan-tantangan dasar seperti masalah keamanan, keterbelakangan, Hak Asasi Manusia (HAM) serta penegakan hukum. Menurut dia, keamanan jangka panjang hanya dapat dicapai dengan cara menciptakan perdamaian, bukan dengan cara yang kuat menjatuhkan yang lemah. "Kita dapat mengatasi tantangan kemiskinan dengan kerjasama global bagi pembangunan yang akan mendistribusikan keuntungan globalisasi secara seimbang," katanya. Sementara tantangan penegakan HAM dan hukum, lanjut dia, dapat diatasi dengan mengutamakan pemerintahan yang dipilih dan mewakili rakyat atau demokrasi. "Perdamaian, pembangunan dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Pembangunan akan lumpuh dan demokrasi kehilangan makna dalam situasi konflik berdarah penuh kekerasan," ujar Menlu-RI. Pada kesempatan itu Menlu-RI juga mendesak agar negara maju di utara untuk memiliki keinginan politik memenuhi kewajibannya dalam kerjasama, agar prinsip kerjasama global tidak hanya merupakan selembar dokumen hasil Konferensi Tingkat Tinggi. Menlu-RI mengatakan, kewajiban antara negara maju dan berkembang dalam kerangka kerjasama haruslah seimbang. Menlu juga meminta agar negara-negara berkembang mempraktikkan "good-governance" dan memerangi korupsi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006