Washington DC (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan kerjasama perdagangan di bidang tekstil dan produk tekstil (TPT), khususnya dalam memerangi perdagangan gelap salah satu komoditi unggulan ekspor nasional tersebut. Penandatangan MoU dilakukan oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Perwakilan Dagang AS, Susan C.Schwab, di Washington DC, Selasa petang (Rabu pagi WIB), demikian dilaporkan wartawan Antara, Akhmad Kusaeni, yang menyertai kunjungan Wapres ke Amerika Serikat. Menurut Mari Pangestu, penandatangan MoU itu mencerminkan semakin baiknya hubungan perdagangan antara kedua negara. Total nilai perdagangan bilateral terus meningkat dari 12,04 miliar dolar AS pada 2003 menjadi 12,48 miliar dolar pada 2004. Nilai ekspor AS ke Indonesia tahun 2005 tercatat sebesar 3,04 miliar dolar AS atau meningkat 14,10 persen dari angka tahun sebelumnya, sedangkan ekspor Indonesia ke AS sebesar 12,02 miliar dolar atau meningkat 11,15 miliar dolar AS. "Ekspor tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu komoditi terpenting Indonesia ke AS," kata Menteri Perdagangan. Pada 2004 Indonesia mengekspor tekstil dan pakaian jadi ke AS dengan total nilai sebesar 2,63 miliar dolar. Pada 2005, angka tersebut naik 18,76 persen mencapai 3,13 miliar dolar AS. Walapun sistim kuota sudah berakhir, AS juga menerapkan kebijakan "safeguard", antidumping (AD) dan countervailing duties (CVD) untuk TPT kategori tertentu dari beberapa negara, termasuk "special safeguard provision" terhadap China sampai dengan 2008. Kebijakan itu telah mengundang kecurigaan bahwa sejumlah eksportir dari negara yang dikenakan tindakan 'safeguard', AD dan atau CVD melakukan praktek 'illegaln transshipment', pengalihan rute, deklarasi palsu asal muasal barang atau kuota asal, dan pemalsuan dokumen-dokumen resmi. Ini jelas mengkhawatirkan kedua negara, katanya. Susan Schwab menambahkan bahwa pihaknya bertekad untuk mengamankan perdagangan tekstil dan produk tekstil antara kedua tegara. Tindakan "illegal transshiment" akan diberantas dengan melakukan penyelidikan bersama. Fasilitasi ekspor Indonesia Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyambut baik ditandatanganinya MoU tersebut. "Nota Kesepahaman itu dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang merugikan kedua negara," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada pers sebelum acara penandatangan MoU. Kalla mengatakan kedua negara berharap MoU akan memberikan bukan saja dasar hukum untuk mengatasi masalah perdagangan gelap tekstil dan produk tekstil, melainkan juga untuk memfasilitasi ekspor tekstil Indonesia sesuai aturan ke Amerika Serikat. "MoU harus menjadi preseden bagi kedua negara mengenai bagaimana kami bisa bekerjasama dalam mengatasi masalah demi kepentingan bersama. Kerjasama yang disepakati dalam MoU ini juga menjadi tanda makin meningkatnya hubungan ekonomi kedua pemerintahan," kata Jusuf Kalla. Ketua Kadin Indonesia MS Hidayat menyambut baik MoU tersebut. Pemberantasan perdagangan gelap tekstil terutama mengenai deklarasi salah mengenai negara asal atau kuota asal sangat merugikan Indonesia. Apalagi sering terjadi penggelapan dokumen resmi, seolah-olah tekstil itu berasal dari Indonesia, akan tetapi sebetulnya berasal dari negara lain. "Ini sangat merugikan dan harus kita perangi bersama otoritas di AS," kata Hidayat. China mendominasi Pemantauan ANTARA pada sejumlah pusat-pusat perbelanjaan di Washington DC, Virginia dan Maryland, membuktikan produk tekstil dan bahan pakaian jadi dari Indonesia mendapat saingan keras dari China, Bangladesh, dan Srilanka. Meskipun masih terdapat produk jaket, kemeja, celana, atau gaun "made in Indonesia", pakaian jadi dari China tampak mendominasi. Di pusat perbelanjaan Nordstorm dan outlet Potomac Mills, misalnya, pakaian jadi asal Indonesia memang masih ditemukan, namun tidak sebanyak pakaian asal Cina dan Srilangka. Burhanuddin Napitulu, salah seorang anggota delegasi Indonesia, menyatakan pentingnya ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia ditingkatkan ke pasar Amerika Serikat. "Rasanya sangat bangga jika kita belanja di Amerika, di mal-mal ada barang-barang produk Indonesia," katanya. Ketua Kadin Indonesia, M.S. Hidayat, meminta para diplomat Indonesia di luar negeri, termasuk di AS, agar membantu pengusaha Indonesia mencari pasar di luar negeri. Oleh karena itu, Hidayat mengusulkan agar Dubes-Dubes diukur kinerjanya bukan hanya dari segi politik, melainkan juga dari segi ekonomi. "Sanggupkah Dubes itu melakukan penetrasi pasar dan meningkatkan volume perdagangan nasional. Politik memang penting, tapi ekonomi juga sangat penting. Kinerja politik dan ekonomi Dubes harus diukur secara bersama," demikian MS Hidayat. (*)

Copyright © ANTARA 2006