Jakarta (ANTARA News) - Sudah saatnya Indonesia  berdaulat dalam hortikultura, kata Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Yul Bahar.

"Kita tidak ingin hortikultura dihajar di negeri sendiri maupun di tempat lain," katanya ketika melakukan kunjungan ke industri benih hortikultura di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu.

Hal itu dikatakannya menanggapi pengajuan yudicial review terhadap UU no 13 tahun 2010 tentang Hortikultura ke Mahkamah Konstitusi.

Pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Benih Hortikultura Indonesia (Hortindo) bersama tiga petani yang membina ratusan petani di Jawa Barat telah mengajukan permohonan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi pada 17 Februari 2014.

Para pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi dapat memberikan penafsiran konstitusional terhadap pengaturan mengenai penanaman modal asing untuk menghindari kerugian pada perekonomian nasional.

Pasal yang dimintakan untuk diuji dalam permohonan tersebut adalah Pasal 100 ayat 3 dan Pasal 131 ayat 2 dari UU Hortikultura.

Pasal 100 ayat 3 membatasi besarnya penanaman modal asing pada usaha hortikultura paling banyak 30 persen.

Sedangkan Pasal 131 ayat 2 isinya adalah mewajibkan penanam modal asing yang sudah melakukan penanaman modal dan mendapatkan izin usaha wajib memenuhi ketentuan Pasal 100 ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 dalam jangka waktu 4 tahun sesudah UU Hortikultura mulai berlaku.

Ketua Umum Hortindo Afrizal Gindow menyatakan, penerapan UU No.13/2010 itu mengakibatkan dua perusahaan telah hengkang pada 2012 selain itu semakin meningkatnya benih impor hortikultura masuk ke Indonesia.

Menanggapi hal itu Sesditjen Hortikultura Yul Bahar menyatakan industri benih dalam negeri mampu memproduksi benih hortikultura dengan kualitas yang bersaing.

"Selama ini selalu dicitrakan bahwa (produsen) Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan benih sendiri. Kita mampu memproduksi benih hortikultura," katanya.

Kondisi tersebut, menurut dia, sengaja dihembuskan agar ketergantungan Indonesia terhadap benih dari luar maupun perusahaan asing semakin tinggi.

"Kami bukannya tidak mau menerima (perusahaan) asing. Kami ingin asing bekerja sama dengan perusahaan lokal," katanya.

Pada 14 Mei 2014, tambahnya, akan dilakukan kembali sidang judicial review terhadap UU Hortikultura di Mahkamah Konstitusi dengan menghadirkan sejumlah saksi antara lain petani.

Ketua Presidium Ikatan Produsen Benih Hortikultura (IPBH) Slamet Sulistyono menilai jika UU no 13/2010 tersebut benar-benar dianulir oleh MK maka hal itu merupakan kemunduran.

"UU tersebut merupakan aspirasi (pelaku perbenihan nasional) yang sudah lama. Sudah disahkan DPR maupun Presiden. Yang seharusnya dilakukan saat ini adalah menerapkannya," katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014