Takkan ada perdamaian tanpa keadilan
Nairobi (ANTARA News) - Dua pejabat hak asasi manusia PBB telah memperingatkan tentang situasi hak asasi manusia yang memburuk di Sudan Selatan segera setelah pembunuhan massal baru-baru ini di ibu kota Negara Bagian Unity dan Jonglei, dan menyebutnya sebagai bencana.

Komisaris Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia Navi Pillay dan Penasehat Khusus PBB mengenai Pencegahan Pemusnahan Suku, Adama Dieng, yang mengakhiri kunjungan mereka ke Sudan Selatan pada Rabu (30/4), menyeru dunia agar melakukan tindakan segera guna mengakhiri kerusuhan.

"Wilayah tersebut mesti berjuang lebih dan melakukan tindakan mendesak untuk mengakhiri kerusuhan. Sudan Selatan tak boleh dibiarkan terjerumus ke lereng licin ini," kata Dieng di dalam satu pernyataan yang dikeluarkan pada akhir kunjungan tiga harinya.

Ia menyeru semua pihak yang berperang agar segera mengakhiri kegiatan militer mereka dan pembunuhan rakyat yang tak bersalah serta menyeret mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan.

"Apa yang terjadi di negeri ini telah membuat penduduk terancam resiko kerusuhan serius. Saya mendesak semua pemimpin regional agar mendukung Sudan Selatan dalam upaya ini," kata pejabat PBB itu, sebagaimana dikutip Xinhua.

"Saat kita mencari perdamaian di negara yang masih muda ini, kita juga harus menjamin mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan di sini harus dihukum. Takkan ada perdamaian tanpa keadilan. Budaya kekebalan saat ini hanya akan merusak upaya kita."

Pillay dan Dieng bertemu dengan para pejabat senior pemerintah, termasuk Presiden Salva Kiir dan pemimpin SPLA/M Riek Machar. Dan kedua pemimpin hak asasi manusia itu meminta kedua pemimpin Sudan Selatan agar melakukan tindakan guna menghentikan pelanggaran hak asasi manusia.

"Dari konsultasi ini dan laporan yang tersedia, jelas bahwa konflik tersebut telah berjalan di jalur yang berbahaya, dan warga sipil secara sengaja dijadikan sasaran berdasarkan suku mereka dan dugaan afiliasi politik," kata Dieng.

Kunjungan itu dilakukan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, yang telah menyampaikan keprihatinan mengenai situasi di Sudan Selatan, tempat konflik yang meletus pada pertengahan Desember 2013. Pertikaian politik antara Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya Riek Machar diduga telah menewaskan ribuan orang dan memaksa puluhan ribu orang lagi mengungsi ke berbagai pangkalan PBB.

Misi PBB (UNMISS) tersebut juga telah melaporkan pertempuran antara prajurit Angkatan Bersenjata Pemerintah, Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA), dan pasukan oposisi di Negara Bagian Unity. Kota kecil itu dilaporkan telah dua kali berpindah tangan pada akhir pekan. Pertempuran juga berkecamuk di dekat Manga, sebelah utara Ibu Kota Negara Bagian tersebut, Bentiu.

"Jika, dalam waktu dekat, tak ada kesepakantan, tak ada pertanggung jawabab, tak ada ruang untuk membangun kembali kepercayaan dan mendorong perujukan, dan dana yang tak memadai untuk menanggulangi bencana kemanusiaan yang membayang, saya merasa ngeri untuk memikirkan ke mana Sudan Selatan menuju," kata Pillay.

(C003)


Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014