Sidoarjo (ANTARA News) - Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso, menolak dengan tagas wacana mentransmigrasikan warga korban semburan lumpur Lapindo Brantas Inc. dari Porong, Sidoarjo, Jatim ke sejumlah daerah seperti Riau, Maluku Utara, dan Kalimantan Timur. Menurut Win Hendrarso di Sidoarjo, Kamis, upaya memindahkan melalui transmigrasi itu tidak layak diperuntukkan bagi warganya yang menjadi korban semburan lumpur. Sebab, sebagian besar pengungsi bukan golongan orang miskin, tapi mereka banyak yang mampu, yaitu petani, petambak dan karyawan berbagai industri. "Selain tidak pernah diajak bicara permasalahan program pemindahan ini, kami benar-benar tidak setuju dengan adanya rencana transmigrasi karena warga kami bukan orang yang tidak mampu atau pengangguran. Bahkan tidak sedikit dari mereka (pengungsi) yang berlatar belakang petani atau pengusaha yang cukup sukses," tegas Win Hendrarso di Pendopo Kabupaten. Menurut dia, tindakan sekarang ini yang diperlukan adalah bukan mentransmigrasikan warga pengungsi ke daerah lain untuk membuka usaha dan hidup baru. "Yang dibutuhkan merelokasikan secara permanen atau "bedol desa" (memindahkan seluruh penduduk beserta rumah dan infastruktur desa yang telah rusak akibat terkena bencana lumpur ke daerah yang dianggap layak dan aman serta mengganti seluruh kerugian yang mereka alami,"tegasnya. Ia menjelaskan, pihaknya sedang memikirkan untuk merealisasikan rencana tersebut dengan mencari lokasi yang dianggap layak untuk dihuni. Bahkan, saat ini warga Desa Jatirejo sedang melakukan jejak pendapat untuk menentukan apakah nanti setuju dengan bedol desa atau relokasi permanen. "Kemungkinan luas tanah atau lokasi yang akan dipakai untuk relokasi permanen atau bedol desa mencapai 450 hektare. Namun mengenai lokasinya sampai sekarang ini kami masih mencarinya. Kalau bisa setiap keputusan yang diambil menurut sepengetahuan atau melibatkan warga tidak otoritas pemerintah semata, sehingga nantinya tidak timbul permasalahan baru," paparnya. Dalam kesempatan ini Win Hendrarso, juga menyampaikan hasil Sidang Kabinet yang dilaksanakan di Jakarta, Rabu (27/9) kemarin, yang menghasilkan tujuh poin pokok keputusan Presiden RI yang harus segera dilaksanakan oleh Tim Nasional, pertama penghentian lumpur harus terus diupayakan meskipun tingkat keberhasilannya sangat kecil. Poin Kedua, adalah lumpur yang meluap sekarang harus segera dipindahkan ke lokasi yang sudah ditentukan seperti ke Kalimati dan Ngoro Mojokerto, selanjutnya bisa dimanfaatkan untuk batu bata, semencor, paving dan sebagainya. Ketiga, pemantauan secara terus-menerus pada 9.000 titik hasil pantauan GPS, mengupayakan pembuangan air lumpur ke Kali Porong agar terus berjalan, dan pengerukan muara Sungai Porong agar lebih dalam. Keempat, Timnas segera melakukan Maping atau pemetaan pada lokasi yang dianggap berbahaya. Kelima, penguatan tanggul penampung lumpur harus terus dilakukan, agar nantinya dapat terus mampu menampung luapan lumpur. Keenam, pengupayaan lumpur untuk dijadikan bahan komuditas. Sedangkan poin yang terakhir (ketujuh) adalah selain mengutamakan keselamatan manusia, Timnas juga harus mengupayakan penyelamatan dua jalur lalu-lintas yang ada sekarang, yaitu rel kereta dan Jalan Raya Porong, agar tidak mengganggu mobilitas penduduk yang berdampak pada perekonomian serta merelokasi jalan tol. "Sangat berbahaya jika dua jalur tersebut sampai tidak bisa dipergunakan, seperti yang terjadi pada jalan tol Porong, karena akan mengancam perekonomian khususnya yang berada di Sidoarjo, Surabaya dan sekitarnya," tutur Win.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006