Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum Pusat memperketat peraturan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional demi mengejar target penetapan rekapitulasi hasil Pemilu tingkat nasional 9 Mei mendatang, kata Komisioner Ida Budhiati di Jakarta, Senin.

"Ke depan, metode pleno tidak akan selonggar pada hari pertama digelar. Maksudnya, kita harus memperhatikan deadline (tenggat) waktu yang bisa dilakukan oleh penyelenggara pemilu," kata Ida di sela-sela Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional di Gedung KPU Pusat Jakarta.

Di awal rapat pleno rekapitulasi nasional, lanjutnya, KPU memberi kesempatan luas kepada setiap saksi parpol untuk menyampaikan keberatan atas rekapitulasi hasil pemilu di setiap daerah pemilihan.

Alur rapat pleno yang selama ini diterapkan KPU adalah pemaparan rekapitulasi oleh KPU provinsi yang kemudian ditanggapi saksi parpol maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi dan Bawaslu RI.

"Sejak awal, semangat KPU adalah melayani dan menyelesaikan catatan-catatan, baik dari sisi administrasi pemilu, pertanggungjawaban berapa jumlah pemilih, surat suara sah dan tidak sah, yang itu harus cocok dengan jumlah pemilih di TPS (tempat pemungutan suara)," jelasnya.

Selama 10 pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi nasional, sejak 26 April lalu, KPU baru mensahkan perolehan suara di 30 persen wilayah Indonesia karena banyaknya keberatan yang disampaikan para saksi.

Keberatan-keberatan tersebut umumnya menyangkut perbedaan data pemilih, jumlah surat suara, hingga dugaan kecurangan pada penyelenggara pemilu tingkat bawah.

Sementara itu, Anggota Bawaslu RI Nelson Simanjuntak menilai sejauh pelaksanaan rapat pleno para saksi masih kooperatif terhadap penyelenggara.

"Bagaimana pun mereka (saksi parpol) berkepentingan menjadikan hasil Pemilu Legislatif ini akurat. Saat ini yang perlu didorong adalah persoalan di bawah, bagi KPU provinsi yang belum presentasi itu, harus sudah clear," kata Nelson.

Sebagai akibat dari berbelit-belitnya pelaksanaan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional tersebut, KPU baru mensahkan perolehan suara di 12 provinsi.

Padahal, hingga hari kesepuluh rapat pleno terbuka, KPU masih harus menyelesaikan rekapitulasi 13 provinsi yang ditunda pengesahannya dan sembilan KPU provinsi yang belum menyampaikan hasil perolehan suara di masing-masing daerah.

Ke-12 provinsi yang sudah disahkan perolehan suaranya sejak 26 April hingga Senin sore adalah Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Gorontalo, Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Aceh, Banten dan Kalimantan Selatan.

Sementara 13 provinsi perlu dilakukan pencermatan atas perolehan suara Pileg adalah Riau, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.

Dalam rapat pleno pada Senin, KPU menunda pengesahan perolehan suara di Provinsi Riau untuk kedua kalinya, sedangkan untuk Provinsi Sulawesi Selatan belum dibahas hasil pemilunya karena Bawaslu Provinsi Sulsel belum tiba di Jakarta.

Sedangkan delapan KPU provinsi yang belum memaparkan hasil perolehan suara Pileg adalah Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Papua, Papua Barat, Kepulauan Riau, Maluku, dan Maluku Utara.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014