Terima kasih saya ucapkan kepada majelis hakim yang terhormat saya diizinkan untuk menyampaikan kata akhir,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono menyampaikan pidato penutupan pada akhir kesaksiannya dalam sidang perkara pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Terima kasih saya ucapkan kepada majelis hakim yang terhormat saya diizinkan untuk menyampaikan kata akhir," kata Boediono usai bersidang sekitar 12 jam di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, sebagai saksi untuk terdakwa mantan deputi Gubenur Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya.

"Saya memenuhi panggilan majelis yang terhormat sebagai saksi dengan tujuan utama untuk menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan mengenai kasus Bank Century yang telah menjadi perhatian publik selama 5 tahun ini," kata Boediono yang berbicara sambil berdiri dengan membaca catatan tertulis.

Menurutnya, kehadiran dirinya sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2008--2009 saat memberikan FPJP senilai Rp689 miliar kepada Century adalah untuk menegaskan bahwa dalam negara demokrasi, siapapun punya kedudukan sama di mata hukum.

"Dalam persidangan saya menyampaikan apa yang saya ketahui dan saya alami mengenai kasus ini. Demi kebenaran saya juga mencoba meluruskan pengertian dan pandangan yang sempat berkembang di masyarakat yang tidak sesuai dengan fakta," ungkap Boediono.

Ia juga menjabat sebagai anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dengan Menteri Keuangan saat itu Sri Mulyani Indrawatii yang menjadi ketua KSSK dengan mengeluarkan keputusan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga berhak mendapat pengucuran penyertaan modal sementara (PMS) senilai Rp6,7 triliun

"Misalnya mengenai ada tidaknya krisis ekonomi di tanah air di ujung 2008. Saya telah lebih dari 30 tahun hampir terus menerus berada di pemerintahan, menangani masalah ekonomi. Saya tidak mempunyai keraguan sama sekali bahwa mulai sekitar bulan September, Oktober, November 2008 dan berikutnya Indonesia telah tersedot dalam pusaran krisis keuangan dunia," jelas Boediono.

Krisis tersebut, menurut Boediono, adalah fakta yang telah diketahui umum dengan berbagai indikator keuangan menunjukkan keadaan itu. Para praktisi perbankan juga merasakan ditambah pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang akhirnya menjadi UU. Selanjutnya Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla juga mengadakan rapat untuk membahas dampak krisis di Indonesia dan bagaimana menanganinya.

"Negara-negara di sekitar kita menerapkan jaminan penuh bagi simpanan atau blanket guarantee karena khawatir efek domino. Indonesia tidak menjalankan kebijakan itu. Dalam situasi krisis dan tanpa payung blanket guarantee, satu-sataunya jalan untuk menghindari efek domino adalah dengan menjaga agar tidak ada bank yang jatuh dalam masa itu," tambah Boediono.

Krisis ekonomi, menurut Boediono, adalah sebuah bencana yaitu peristiwa yang berjalan sangat cepat dan sulit diantisipasi.

"Penanganan harus cepat, tidak berbeda dengan penanganan tanggap darurat dalam bencana alam. Sering kali keputusan harus diambil segera. Tujuannya adalah untuk meminimumkan korban dan kerusakan yang lebih parah lagi. Dalam krisis 2008, kita mengindari biaya besar yang harus dibayar dalam krisis 1997-1998 yang lalu," jelas Boediono.

Kebijakan FPJP dan PMS bagi Bank Century, menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada itu dilandasi dengan itikad baik untuk menyelamatkan kondisi ekonomi dan perbankan.

"Proses pengambilan keputusan dilakukan melalui pertimbangan komprehensif dengan mengkaji opsi yang tersedia, sekali lagi demi menjaga stabilitas perekonomian negara dan perbankan nasional serta diambil berdasarkan ketentuan perundangan yang sah," tegas Boediono.

Menurutnya, apabila ada pihak-pihak yang terbukti memanfaatkan atau menyalahgunakan kebijakan untuk kepentingan pribadi atau yang tidak berhak maka tindakan hukum tegas harus diambil.

"Saya berharap pejabat-pejabat negara tidak ragu mengambil kebijakan sulit di masa mendesak, meski dengan risiko akan dipertanyakan selama itu semua untuk kepentingan bangsa dan negara," tambah Boediono.

Seusai berpidato, Boediono disambut dengan tepuk tangan pengunjung sidang antara lain Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, majelis hakim tidak menegur tepuk tangan tersebut.

Boediono tidak lupa menyalami majelis hakim, terdakwa, pengacara hingga jaksa penuntut KPK saat berjalan keluar ruang persidangan.

Setelah keluar dari ruang sidang, Boediono juga masih mau memberikan keterangan kepada wartawan yang telah mengikuti jalannya sidang sejak pukul 08.00 WIB tersebut.

"Hari yang panjang bagi saya hari ini, tapi saya merasa lega sekali ketika diberi kesempatan menyampaikan hal-hal yang memang sudah tergantung dari pikiran saya. Saya ingin menyampaikan apa yang saya lakukan tadi bukan hanya untuk menjawab hal-hal yang barangkali masih belum jelas mengenai kasus Bank Century, barangkali yang agak bengkok. Moga-moga ini jadi pertimbangan bagi publik untuk melihat kembali yang bengkok tadi, yang belum jelas menjadi jelas," kata Boediono.

Ia kembali menggarisbawahi bahwa sebagai pejabat memang dapat dihadapkan untuk mengamibl keputusan yang tidak ringan namun hal itu harus dilakukan.

"Saat-saat tertentu yang sangat mendesak kadang kala harus dilakukan, diambil keputusan yang barangkali kalau dikorek kembali setelah lewat semua normal, menoleh kembali, kok aneh-aneh ya? Saya harapkan pejabat tidak gamang mengambil keputusan demi kesejahteraan kemajuan bangsa kita," tegas Boediono. (D017/R010)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014