Bangkok (ANTARA News) - Dua pengunjuk rasa anti-pemerintah terluka akibat ledakan di luar kantor perdana menteri Thailand, kata polisi, Minggu, saat dua pihak berseberangan dalam krisis politik Thailand saling bersikukuh mengenai siapa yang layak memegang tampuk pemerintahan.

Pemerintah sementara yang setia pada perdana menteri tersingkir Yingluck Shinawatra masih mempertahankan kekuasaan dan menggantungkan harapan pada pemilihan umum Juli nanti untuk mengembalikan kewenangan mereka.

Namun lawan-lawan pemerintah mencemooh legitimasinya dan meminta parlemen, pengadilan, dan Komisi Pemilihan Umum untuk memilih perdana menteri baru.

Laporan media menyebutkan para penyerang yang tak dikenal melontarkan granat ke arah pengunjuk rasa anti-pemerintah di luar Gedung Pemerintah pada tengah malam. Kantor perdana menteri sudah kosong selama beberapa minggu ini.

"Itu ledakan yang melukai dua pengunjuk rasa namun kami tidak bisa mengkonfirmasikan apakah itu sebuah granat," kata polisi setempat.

Thailand selama beberapa tahun terakhir terpecah belah dalam konflik antara pendukung kerajaan dan Thaksin Shinawatra, mantan pengusaha telekomunikasi yang meraih popularitas politik luar biasa dengan kebijakannya yang merangkul warga miskin dan kelompok urban.

Namun keberhasilan Thaksin menantang elit kekuasaan di Bangkok. Ia digulingkan dalam sebuah kueta militer pada 2006 dan tinggal dalam pelarian di luar negeri setelah dijatuhi hukuman penjara atas dakwaan korupsi pada 2008.

Thaksin ataupun pengikut setianya selalu memenangi pemilu sejak 2001 dan Yingluck, saudara perempuannya, menjadi perdana menteri setelah memenangi pemilu pada 2011.

Pengunjuk rasa anti-pemerintah menggelar aksi protes di berbagai tempat di dalam maupun luar Bangkok sehingga memunculkan kekhawatiran terjadinya bentrokan.

Pelengseran Yingluck oleh Mahkamah Konstitusi atas dakwaan nepotisme pada Rabu menyusul aksi protes yang sudah berlangsung selama enam bulan dan membuat takut investor dan wisatawan, serta menekan pertumbuhan di ekonomi terbesar kedua Asia Tenggara itu.

Partai Puea Thai yang dipimpin Yingluck masih bertindak sebagai pemerintah sementara dan berharap bisa menggelar pemilu pada 20 Juli serta meraih kemenangan.

Kelompok "baju merah" pendukungnya menyebut pelengseran Yingluck sebagai kudeta peradilan dan memperingatkan bahwa mereka akan
memberikan reaksi keras jika pemerintahan sementara juga disingkirkan, demikian Reuters.
(S022/H-RN)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014