Kampung Pengungsi Jabaliya, Jalur Gaza (ANTARA News) - Lebih 10.000 warga Palestina hari Jumat berunjukrasa di kampung pengungsi Gaza mendukung pemerintah pimpinan Hamas, menandai bulan keenam kabinet perjuangan itu berkuasa. Ribuan pria, wanita dan anak-anak berkumpul di kampung pengungsi miskin Jabaliya, kubu Hamas, di tengah lautan panji hijau gerakan Islam itu. Anak-anak berbusana hijau membawa berbagai spanduk. "Dia, yang berdiri teguh di depan persekongkolan ini, adalah yang paling bermutu untuk memimpin bangsa Palestina," kata satu spanduk, yang dibawa satu anak, yang menyinggung tekanan Barat atas Hamas untuk mengakui Israel dan mengecam kekerasan. "Kami mendukung pemerintah Palestina dan (Perdana Meneteri Ismail) Haniya, khususnya untuk mengirim pesan kepada dunia bahwa kami siap meneruskan perlawanan," kata Kohammed Abu Askar, pejabat Hamas, kepada kantor berita Prancis AFP. "Kami akan mati kelaparan sebelum melacurkan hakikat masalah Palestina," tambahnya. Eropa Bersatu dan Amerika Serikat menghentikan bantuan langsung sesudah Hamas memerintah Maret lalu dengan tuduhan perannya sebagai kelompok teroris dan karena penolakan mengubah sikap kerasnya. Kelanjutan kemelut keuangan, diperburuk serangan terus-menerus balatentara Israel di Jalur Gaza dan penutupannya mengakibatkan kehidupan semakin buruk. "Kami menolak pengepungan tak adil atas rakyat kami dan penggulingan pemerintah. Kami tidak akan mengakui keabsahan pendudukan itu," kata jurubicara Hamas Mushir Masri. Ia menyatakan gerakannya akan berupaya keras membentuk pemerintahan bangsa bersatu, kendati perundingan tersendat dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas dan partai Fatah-nya untuk mencapai kesepakatan. "Saya tidak dapat mengatakan bahwa ada kemajuan," kata Abbas mengakui kepada wartawan di Doha hari Jumat. Presiden Palestina Mahmud Abbas batal pergi ke Gaza hari Selasa sesuai dengan rencana untuk menghidupkan kembali perundingan dengan Hamas guna membentuk pemerintah persatuan. Satu pejabat menyatakan Abbas percaya tidak berguna pergi ke Jalur Gaza sesudah gerakan berkuasa Hamas bersikukuh bahwa persetujuan apa pun tentang pemerintah persatuan tidak akan mencakup pengakuan atas Israel. Sebelumnya, Hamas menyatakan perundingan membentuk pemerintah persatuan Palestina tidak mengalami jalan buntu dan mengatakan kemacetan itu dapat diselesaikan dengan Abbas dalam dua pekan. Perundingan untuk membentuk gabungan harapan rakyat Palestina akan membantu mengahiri penghentian bantuan Barat akibat pemerintah saat ini tidak mengakui Israel. Abbas menginginkan kegiatan politik menghormati perjanjian perdamaian sementara dengan negara Yahudi itu, yang ia harapkan memuaskan Barat. Hamas secara samar menyatakan tidak akan melanggar piagam kelompok itu, yang menyeru penghancuran Israel. Ghazi Hamad, jurubicara pemerintah pimpinan Hamas, menyatakan perundingan dengan Abbas pekan ini menyangkut pembicaraan mengenai kursi kabinet bagi gabungan persatuan. "Saya yakin, kami tidak akan kembali pada titik nol atau kemacetan. Ada peluang besar bagi pembentukan pemerintah persatuan," kata Hamad. Abbas akhir pekan lalu menyatakan perundingan mengenai pemerintah persatuan mencapai "titik nol" dan harus dimulai kembali dari awal. Saat berpidato dalam sidang umum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pekan lalu, Abbas menyatakan setiap pemerintah Palestina masa depan akan menghormati semua perjanjian perdamaian sementara sebelumnya dengan Israel. Hamas, yang mengalahkan Fatah dalam pemilihan umum Januari, kemudian menyatakan tidak akan ikut dalam pemerintah persatuan Palestina, yang mengakui Israel.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006