Washington (ANTARA News) - Washington memantau dengan cermat peningkatan kekerasan di Libya tetapi belum memutuskan penutupan kedutaannya di Tripoli, kata seorang pejabat Amerika Serikat Senin.

Orang-orang bersenjata di Libya menyerbu parlemen di Tripoli selatan Minggu.

AFP melaporkan serbuan itu dipicu serangan anti-kubu Islam oleh seorang jenderal pembangkang di timur Kota Benghazi.

"Kami masih sangat prihatin dengan kekerasan selama akhir pekan di Tripoli dan Benghazi," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki, dan menyerukan kepada semua pihak untuk "menahan diri dari kekerasan."

Arab Saudi pada Senin menutup kedutaannya di Tripoli dan mengevakuasi para diplomatnya.

Sementara itu Psaki mengatakan: "Kami  belum memutuskan untuk memindahkan personel (diplomat) kami dari Libya."

Amerika Serikat memantau kejadian-kejadian di Libya sejak mendiang dubes Chris Stevens, dan tiga orang Amerika lainnya tewas dalam serangan militan tahun 2012 pada misi diplomatik AS di Benghazi.

Para staf kedutaan di Tripoli dikurangi ke tingkat darurat.

Duta besar baru Deborah Jones tiba di Libya pada pertengahan 2013, tetapi Senin menulis di Twitter bahwa dia sedang "dalam wisata keluarga. Mengamati #Libya dengan berat hati dan berdoa solusi abadi segera muncul."

"Kompromi yang diperlukan (tetapi #NoRoomForTerrorism)," tambahnya dalam pesan di Twitter.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengonfirmasi AFP bahwa duta besar telah meninggalkan tempat sebelum kerusuhan pada akhir pekan.

Dia mengatakan kedutaan beroperasi seperti "biasa".

(Uu.H-AK)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014