Moskow (ANTARA News) - Rusia pada Selasa menyerukan penghentian segera kekerasan di timur Ukraina setelah 40 orang tewas dalam pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak pro-Moskow.

Presiden Rusia Vladimir Putin, masih dengan nada keras setelah terpilihnya presiden baru Ukraina Petro Poroshenko, kembali menuduh Kiev melakukan operasi pembalasan di wilayah timur negara itu, lapor AFP.

Dalam sebuah perbincangan dengan Perdana Menteri Italia Matteo Renzi, Putin "menggarisbawahi pentingnya mengakhiri dengan segera operasi di wilayah tenggara dan dilakukannya dialog perdamaian antara Kiev dan perwakilan wilayah," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan.

Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov juga menyerukan penghentian pertempuran, dan menuduh Kiev menggunakan kekuatan militer melawan warga sipil.

"Tugas nomor satu bagi otoritas Kiev dan ujian untuk ketahanan mereka... adalah segera mengakhiri penggunaan militer melawan publik dan mengakhiri setiap kekerasan dari semua pihak," kata Lavrov di Moskow dalam jumpa pers bersama Menlu Turki Ahmet Davutoglu.

Lavrov mengatakan dalam waktu dekat ini tidak ada rencana pemimpin baru Ukraina untuk mengunjungi Moskow dan melakukan pembicaraan terkait krisis berkepanjangan ini.

"Pertanyaan mengenai kunjungan Poroshenko ke Rusia tidak dipertimbangkan dan tidak didiskusikan melalui saluran diplomatik maupun saluran lainnya," kata Lavrov.

Namun ia mengulangi janji bahwa Moskow siap untuk bekerja sama dengan Poroshenko.

"Kami harap ia akan bertindak atas kepentingan semua rakyat Ukraina. Jika itu yang terjadi ia akan melihat kita sebagai rekan yang serius dan bisa diandalkan," kata Lavrov.

"Kami ingin mengakhiri krisis di Ukraina dan bekerja sama dengan semua yang menginginkan hal yang sama."

Lavrov mencela berbagai pihak yang menyerukan diberlakukannya sanksi baru bagi Rusia dan mengatakan: "Lucu, orang-orang sibuk cari alasan untuk menekan kita, ini menggelikan."

Ia menyebut Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang bersama-sama telah memberlakukan sanksi terhadap puluhan pejabat Rusia, mencari-cari alasan untuk menghukum Moskow bahkan sebelum terjadinya krisis Ukraina.

"Terkait sanksi dari Barat terhadap Rusia, kalaupun bukan karena Ukraina, akan ada alasan yang lain," katanya.

Ia mengatakan sebelum krisis tersebut, Barat sudah "mempunyai banyak masalah dengan Rusia, dalam hal Suriah, dalam program nuklir Iran, dalam kaitan dengan (buronan pembocor rahasia intelijen) Edward Snowden. Dan mereka sama sekali tidak suka kami menggelar ajang Olimpiade."


Penerjemah: Sri Haryati

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014