"Tentu kita akan mencari pelakunya. Mohon nanti Pollycarpus bisa memberikan bantuan, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak kepolisian," kata Kapolri.
Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Republik Indonesia menyatakan tekadnya untuk terus mengejar pembunuh Munir, dengan membentuk sebuah tim baru, kendati menyadari pengungkapan kasus kematian aktivis HAM dalam penerbangan pesawat Garuda rute Jakarta-Amsterdam tahun 2004 itu menghadapi kesulitan sangat tinggi. Hal itu dinyatakan Kapolri Jenderal Sutanto di Istana Negara, Jakarta, Rabu malam, menyusul putusan Mahkamah Agung pada Rabu sore yang menyatakan bahwa Pollycarpus Budihari Priyanto tidak melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir. Pollycarpus sendiri sebelumnya di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena dianggap terbukti melakukannya. Namun, MA dalam putusannya itu hanya menjatuhkan hukuman pidana selama dua tahun kepada Pollycarpus untuk kasus penggunaan surat palsu. Sambil mengingatkan bahwa proses hukum masih terus berjalan, Kapolri Sutanto menyatakan harapannya agar Pollycarpus mau berbagi informasi dengan kepolisian guna mengungkap pihak mana yang telah membunuh Munir. "Tentu kita akan mencari pelakunya. Mohon nanti Pollycarpus bisa memberikan bantuan, diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak kepolisian," kata Sutanto. Menurut Kapolri, sesuai dengan instruksi yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pihaknya telah meningkatkan upaya untuk mengungkap kasus kematian Munir melalui tim baru yang telah dibentuk. Tim tersebut bertugas menindaklanjuti hasil-hasil penyidikan yang sudah ada sebelumnya, serta mengembangkan informasi terbaru yang masih bisa diperoleh. "Tentu segala upaya dilakukan untuk dapat mengungkapnya. Dengan menambah penyidiknya, yang berkualitas tentunya, dengan juga melaksanakan kerjasama, termasuk ke Negeri Belanda, kita mengupayakan supaya bisa memperoleh informasi yang lebih lengkap lagi," kata Kapolri. Sutanto mengharapkan informasi-informasi baru akan diperoleh, selain dari Pollycarpus, juga dari pihak-pihak lain yang bersedia membantu kepolisian mengungkap kematian Munir. Informasi dari banyak pihak, katanya, diperlukan untuk mengimbangi kelemahan olah TKP yang menjadi salah satu batu sandungan kuat bagi pihak kepolisian dalam melakukan pengungkapan. "TKPnya di pesawat, padahal TKP sangat penting untuk keberhasilan mengungkap suatu kasus, seperti kasus bom Bali, Marriott, atau di manapun. Kelemahan kita di situ. Di sini yang harus kita harapkan adalah kesaksian-kesaksian, informasi dari pihak-pihak lain," keluh Kapolri. Sutanto mengaku bahwa Presiden Yudhoyono sangat mengharapkan pihaknya dapat segera mengungkapkan kasus kematian Munir. "Beliau (Presiden) dan siapapun ingin ini (kasus Munir) terungkap. Tapi tingkat kesulitannya tinggi sekali. Jadi kami mohon bantuan berbagai pihak (untuk berbagi informasi)," katanya. Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi perkara pembunuhan berencana terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir di Jakarta, Rabu (4/10), menyatakan bahwa terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana. MA dalam putusannya itu hanya menjatuhkan hukuman pidana selama dua tahun kepada Pollycarpus untuk kasus penggunaan surat palsu. PN Jakarta Pusat pada 12 Desember 2005 menjatuhi hukuman 14 tahun penjara untuk Pollycarpus. Munir, tokoh HAM yang pada masa terakhir hidupnya menjabat sebagai Direktur Eksekutif lembaga pemantau HAM, Imparsial, meninggal pada 17 September 2004 di dalam pesawat Garuda GA-974 rute Jakarta-Amsterdam yang tinggal landas dari Singapura menuju Amsterdam.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006