Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan kajian bersama soal kemungkinan mengaudit biaya perkara yang ditarik MA dari pihak yang berperkara. Ketua Muda Bidang Perdata MA, Harifin A Tumpa, di Gedung MA, Jakarta, Jumat, mengatakan, pimpinan MA dan pihak BPK sudah bertemu pada Kamis, 5 Oktober 2006, untuk membicarakan hal tersebut. BPK, menurut Harifin, telah mengakui bahwa penarikan biaya oleh MA dari pihak yang berperkara bukanlah pungutan liar karena ada dasar hukumnya. "Kalau soal itu sudah selesai. Tinggal sekarang, apakah itu bisa jadi objek pemeriksaan atau tidak. Itu yang sedang dikaji," ujarnya. Dalam setiap biaya perkara perdata yang diterima MA dari pihak yang berperkara, terdapat bagian pemerintah berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besarnya PNBP yang menjadi bagian pemerintah dari biaya perkara, menurut Harifin, akan ditentukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) berdasarkan hasil kajian bersama MA dan BPK. Harifin mengatakan, dasar hukum penarikan biaya perkara perdata dari pihak yang berperkara adalah Het Herziene Inlandsh Reglement (HIR) atau hukum acara perdata setingkat undang-undang, yang menyatakan seseorang tidak boleh berperkara sebelum membayar biaya perkaranya. Sebelumnya, Ketua BPK Anwar Nasution pernah menyatakan penarikan biaya perkara di MA tergolong sebagai pungutan liar (pungli) karena hanya berdasarkan SK Ketua MA, tanpa melalui peraturan setingkat undang-undang. Saat ini, besarnya biaya perkara kasasi untuk perkara perdata umum ditentukan oleh Ketua MA Bagir Manan melalui SK No KMA/42/SK/III/2002 yang dikeluarkan pada 7 Maret 2002. SK tersebut merupakan hasil rapat pimpinan MA pada 19 Februari 2002 yang menaikkan biaya perkara kasasi perdata umum, perdata agama, dan Tata Usaha Negara (TUN) dari Rp200.000 menjadi Rp500.000 yang berlaku sejak 1 April 2002. Biaya perkara perdata dan TUN untuk tingkat PK ditetapkan melalui SK No KMA/042/SK/VIII/2002 yang ditandatangani Bagir Manan pada 20 Agustus 2001. SK itu menaikkan biaya perkara dari Rp500.000 menjadi Rp2,5 juta untuk permohonan PK perdata umum, perdata agama, dan TUN yang mulai berlaku pada 1 September 2001. Pada 16 Januari 2002, Bagir juga mengeluarkan SK No KMA/02/SK/I/2002 yang menetapkan besarnya biaya perkara perdata niaga sebesar Rp2,4 juta. MA sebelumnya menyatakan biaya perkara adalah biaya pihak ketiga yang berada di luar obyek pemeriksaan BPK. Pertanggungjawaban penggunaan biaya perkara itu, menurut MA, langsung kepada pihak yang berperkara dalam bentuk lampiran putusan perkara yang mencantumkan penggunaan biaya perkara. Menurut MA, biaya perkara itu digunakan untuk biaya pengiriman, biaya penjilidan, biaya penggandaan dan sebagainya. Selain itu, biaya perkara perdata juga digunakan sebagai subsidi silang untuk membiaya perkara pidana yang tidak ditarik biaya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006