Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pengamat politik meminta kedua calon presiden untuk menahan diri dari saling klaim kemenangan dan menunjukkan sikap kenegarawanan setelah munculnya perbedaan hasil hitung cepat sambil menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kedua calon presiden harus menahan diri sambil menunggu pengumuman hasil resmi," kata pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Hasil penghitungan cepat beberapa lembaga atas pemungutan suara pemilihan umum presiden menunjukkan hasil yang berbeda. Dua lembaga memberi kemenangan kepada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa, sedangkan tujuh lainnya menyatakan suara terbanyak diperoleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Mengingat perbedaan tersebut, Azyumardi mengatakan bahwa rekapitulasi suara di tingkat daerah harus benar-benar dikawal agar mencerminkan hasil sebenarnya dari suara rakyat Indonesia dalam menentukan pemimpin lima tahun ke depan.

"Selain itu, saya meminta KPU pusat dan daerah untuk tidak terintimidasi oleh pihak-pihak tertentu. Saya juga mendesak kelompok masyarakat sipil untuk proaktif mendamaikan kedua belah pihak," kata dia.

Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, juga menyatakan hal senada mengenai pengawalan rekapitulasi suara di tingkat daerah karena perbedaan hasil hitung cepat memungkinkan terjadinya kecurangan.

"Kredibilitas KPU dipertaruhkan. Pemilu di Indonesia pernah mengalami terjadinya kecurangan dalam rekapitulasi suara di tingkat kecamatan dan kabupaten dan peluang terulangnya insiden tersebut diperbesar oleh perbedaan hasil hitung cepat," kata Ikrar.

Ikrar juga meminta lembaga-lembaga yang melakukan penghitungan cepat untuk secara transparan membuka pembiayaan, metodologi, serta daerah yang digunakan sebagai sampel untuk menguji kesahihan hasil.

"Masyarakat juga harus melihat apakah lembaga survei yang terlibat terdaftar di KPU secara resmi. Ini penting sebagai bentuk kredibilitas," kata dia.

Mengenai kredibilitas lembaga survei tersebut, pengamat politik Bony Hargens mengatakan bahwa masyarakat sudah dapat menilai lembaga mana yang lebih berpengalaman.

"Sebagian besar lembaga yang melakukan perhitungan cepat telah berpengalaman melakukan hal yang sama pada pemilu-pemilu sebelumnya dengan hasil yang akurat. Oleh karena itu, saya meminta calon presiden yang dimenangkan oleh lembaga survei yang belum terpercaya untuk secara berbesar hati mengakui kekalahannya," kata Bony.

(G005/M029)

Pewarta: GM Nur Lintang M
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014