Jakarta (ANTARA News) - Pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar harus dilaksanakan pada tahun 2014. Sikap ini merupakan wujud dari konsistensi menjalankan amanat Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Golkar. 

Dalam AD/ART Partai Golkar sudah tegas mengatakan bahwa masa periode kepengurusan DPP Partai Golkar adalah lima tahun sebagaimana yang tertuang dalam AD/ART Partai Golkar.

Demikian salah satu kesimpulan yang mengemuka dalam "Diskusi Publik Partai Golkar" yang diselenggarakan oleh Ormas Pemuda Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu.

Dalam diskusi itu, hadir sejumlah pimpinan Ormas Pemuda Partai Golkar, diantaranya, Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Yorrys Raweyai, Wakil Ketua Umum BM Kosgoro 1957 Lamhot Sinaga, Wakil Ketua Umum AMPI Sabil Rachman. Hadir pula pendiri SOKSI, Suhardiman dan pakar hukum tata Negara Ahmad Syarifuddin Natabaya.

Menurut Lamhot Sinaga, Munas Partai Golkar yang terakhir dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 di Pekanbaru, Riau. Dengan demikian Munas Partai Golkar berikutnya kata Lamhot harus dilaksanakan pada bulan Oktober 2014.

Pihaknya mengakui ada sebagian kelompok yang menginginkan agar Munas Partai Golkar diselenggarakan pada tahun 2015 berdasarkan hasil rekomendasi Munas Partai Golkar tahun 2009. Menurut Lamhot, seingatnya, pertimbangan merekomendasikan diselenggarakan pada tahun 2015 adalah peserta Munas Partai Golkar tahun 2009 mengasumsikan Pilpres 2014 akan berlangsung dua putaran dan salah satu calon yang diusung adalah Ketua Umum DPP Partai Golkar, sehingga apabila berlangsung dua putaran, maka pilpres putaran kedua akan diselenggarakan pada bulan September dan prosesnya bisa berakhir pada awal Oktober sehingga berbenturan dengan persiapan pelaksanaan Munas 2014 sebagai forum tertinggi konsolidasi organisasi.

"Kenyataannya kan rekomendasi itu Munas 2009 itu tidak terjadi. Pilpres hanya satu putaran. Ketua Umum Partai Golkar juga gagal mencalonkan sebagai capres atau cawapres. Jadi rekomendasi Munas Partai Golkar 2009 yang mengatakan bahwa Munas diselenggarakan pada tahun 2015 itu gugur dengan sendirinya," kata Lamhot Sinaga.

Di tempat yang sama, Natabaya yang diundang untuk berbicara masalah status hukum AD/ART partai menilai, kedudukan AD/ART lebih tinggi dari sebuah rekomendasi yang dikeluarkan oleh partai. Ia menilai soal kisruh yang terjadi di tubuh Partai Golkar terkait masalah kepengurusan DPP Partai Golkar sudah tegas menjelaskan bahwa dalam AD/ART mengatakan masa kepengurusan adalah lima tahun.

"Kalau kita uji kedudukannya dalam hukum, status rekomendasi partai itu lebih rendah kedudukan hukumnya dari AD/ART, dan itu tidak bisa dibantah. Kalau ada yang mengatakan bahwa rekomendasi lebih tinggi ketimbang AD/ART, itu orang yang tidak mengerti hukum," katanya.

Menurut Natabaya, yang juga mantan hakim konstitusi itu, cara mengukur lima tahun masa kepengurusan partai sangat mudah, tinggal dilihat penyelenggaraan munas sebelumnya. "Kalau Munas sebelumnya 2009, tentu mengacu pada AD/ART Munas selanjutnya adalah tahun 2014," kata Natabaya.

Sementara itu Wakil Ketua Umum AMPI Sabil Rachman meminta kepada DPP Partai Golkar agar lebih dewasa dan berhati-hati dalam mengelola perbedaan pendapat serta menyelesaikan perbedaan itu secara arif dan bijaksana sehingga tidak menimbulkan friksi atau bahkan konflik yang berpotensi mengoyak soliditas Partai Golkar.

Apabila ada perbedaan pandangan di tubuh Partai Golkar, seharusnya tidak diselesaikan melalui pendekatan yang refresif seperti sanksi pemecatan dan penonaktifan kepengurusan, katanya.

Menurut Sabil, perbedaan pandangan politik merupakan keniscayaan dalam sistem demokrasi, karena itu perbedaan harus dikelola dengan cara-cara yang demokratis. "Kami menolak keputusan atau pun wacana kepartaian yang melakukan pemecatan ataupun penonaktifan kepengurusan terhadap kader-kader yang dianggap berbeda dengan keputusan organisasi," katanya.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014