Taepa, Thailand (ANTARA News) - Sedikit-dikitnya enam orang dilaporkan tewas dalam serangkaian serangan bom dan senapan di wilayah Thailand selatan yang mayoritas penduduknya beragama beragama Islam, kendati pemerintah pasca-kudeta menjanjikan penyelesaian damai, kata polisi setempat, Jumat. Dalam satu serangan pada Jumat subuh, gerilyawan yang mengunakan telepon selular meledakkan bom seberat 10 kilogram di kedai kopi sebuah desa distrik Taepa, Propinsi Songkhla, yang ditujukan terhadap polisi dan tentara yang sering minum kopi di sana. Pihak kepolisian melaporkan, serangan itu menewaskan tiga warga sipil, dua warga Muslim dan seorang warga Buddha, serta mencederai 13 lainnya. Bom itu disembunyikan di bawah satu meja batu, di mana polisi dan tentara biasanya berkumpul untuk minum kopi pagi. Hanya saja, bom itu meledak sebelum mereka datang ke sana, kata polisi. "Biasanya saya akan duduk di sana untuk minum kopi, tapi untung saya tidak di sana hari ini, karena ada insiden penembakan lain," kata seorang sersan detektif Thailand. Taepa adalah salah satu dari sejumlah distrik di Songkhla di mana aksi kekerasan mamsuk dari daerah berbahasa Melayu dari negara yang berpenduduk mayoritas beragama Buddha, di mana lebih dari 1.700 orang tewas sejak aksi kekerasan dimulai Januari 2004. Pemberontakan di tiga propinsi paling selatan yang berpenduduk mayoritas Muslim yaitu Pattani, Yala dan Narathiwat --satu kesultanan Islam sampai dianeksasi Bangkok seabad lalu-- tidak ada tanda-tanda mereda sejak kudeta yang dipimpin seorang jenderal Muslim, Sonthi, pada 19 September 2006. Kendatipun demikian, Surayud Chulanont, mantan panglima angkatan darat yang diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) Thailand oleh pihak militer, mengatakan bahwa dirinta menginginkan penyelesaian damai menghadapi aksi kekerasan itu. Ia pun menawarkan perundingan dengan para pemimpin gerilyawan, satu kebijakan yang bertolak belakang dengan mantan PM Thaksin Shinawatra yang telah dikudeta. Surayud ke Kuala Lumpur, Malaysia, pekan ini untuk berunding dengan PM negeri itu, Abdullah Ahmad Badawi, yang menjanjikan kerjasama penuh, satu hal yang sangat berlawanan dengan era Thaksin yang sering melontarkan kata-kata keras dan menuduh Malaysia mendukung gerakan para gerilyawan. "Ketika keadilan berlaku, maka tidak akan ada perbedaan antara umat Buddha, Islam dan Kristen," kata Surayud dalam sebuah ceramah di Akademi Pertahan Nasional Thailand sekembalinya dari Kuala Lumpur. (*)

Copyright © ANTARA 2006