Yogyakarta (ANTARA News) - Mengagungkan nama Tuhan Yang Maha Kuasa, seperti pada Idul Fitri 1 Syawal 1427 H, membuat hati manusia kembali suci dan bersih dari dosa. Setelah satu bulan berpuasa Ramadhan, umat Islam menyempurnakan kesucian hatinya dengan menggemakan takbir "Allahu Akbar" ke penjuru jagad. Tidak terkecuali warga Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), meski masih dalam suasana prihatin pascagempa 27 Mei 2006, mereka tetap bersuka cita menyambut lebaran, pada malam takbiran Minggu malam. Sebagian umat Islam warga Bantul berlebaran 23 Oktober 2006. Suasana prihatin pascagempa masih tampak dan terasa, namun itu tak mengurangi semangat dan keikhlasan dalam mengagungkan nama Allah SWT. Seperti di Imogiri, salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul yang paling parah terlanda gempa bumi 27 Mei lalu, pada Minggu malam tetap menyelenggarakan festival takbir menyambut Idul Fitri 1 Syawal 1427 H, tetapi jumlah pesertanya menurun drastis dibanding tahun lalu. Menurut Akhmad Herwanto, Ketua Siar Komuniti yang menjadi penyelenggara acara itu, tahun lalu acara serupa diikuti sekitar 15 ribu peserta, tetapi tahun ini hanya sekitar 2.500 peserta, berasal dari 21 masjid di wilayah setempat. "Mungkin karena warga sedang sibuk membangun kembali rumah mereka yang rusak akibat gempa, ditambah adanya perbedaan waktu Idul Fitri," katanya. Selain itu, menurunnya jumlah peserta juga mungkin karena warga tidak memiliki dana, mengingat seluruh biaya peserta merupakan swadaya. Ia menambahkan, kegiatan yang mengusung tema Takbir, Tahlid dan Tahmid Menuju Kebangkitan Umat tersebut, merupakan kegiatan akbar pertama pascagempa yang diselenggarakan di Imogiri. Biasanya, kata dia, setiap Agustus diselenggarakan acara besar di Imogiri, tetapi Agustus tahun ini tidak diselenggarakan kegiatan apapun, karena suasana pascagempa tidak memungkinkan bagi penyelenggaraan kegiatan besar. "Kegiatan ini pun nyaris tidak bisa terselenggara karena persoalan dana, tetapi untungnya ada sponsor yang bersedia menyediakan voucher untuk hadiah," kata dia. Dia mengatakan apabila tahun lalu hadiah untuk pemenang dapat diberikan dalam bentuk uang tunai, tahun ini hanya dalam bentuk voucher dengan nilai total Rp1,5 juta ditambah tropi. Ia menegaskan acara akbar yang diselenggarakan Minggu malam itu bukan mengatasnamakan aliran tertentu, melainkan karena sebagian warga Imogiri akan melakukan salat Ied pada Senin (23/10). Selain dari Kecamatan Imogiri, acara tersebut juga diikuti peserta dari Desa Sindet, Kecamata Jetis. Mereka akan bersaing memperebutkan tiga juara. Keprihatinan warga Bantul setelah rumah tempat tinggal mereka dan daerahnya luluhlantak diguncang gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter, tak menyurutkan semangat dan kreativitasnya dalam mengikuti Festival Takbir menyambut Idul Fitri 1 Syawal 1427 H. Kreativitas warga tetap ditunjukkan dalam Festival Takbir yang digelar pada Minggu malam. Para peserta yang terdiri anak-anak dan remaja terlihat mengenakan beraneka jenis busana muslim. Setiap kelompok peserta memiliki pemimpin, seperti dalam kelompok baris berbaris. Meskipun jumlah peserta tidak sebanyak tahun lalu, tetapi acara tersebut tetap berlangsung meriah. Setiap kelompok peserta berusaha tampil sebaik mungkin. Mereka membawa beraneka jenis miniatur, seperti masjid, ka`bah, bola dunia, burung merak, dan bahkan pocong (mayat yang dibungkus kain putih). Bahkan ada kelompok peserta yang membawa layar yang menayangkan gambar masjid serta ka`bah yang dipancarkan dari LCD. Selain mengusung miniatur bertuliskan kata-kata Islami, seperti kuat imanku, dan kuat rumahku, ada peserta yang membawa miniatur bola dunia dengan tulisan `akibat ulah manusia`. Selain diusung dengan tandu, sebagian miniatur tersebut dibawa dengan menggunakan gerobak berhias. Setelah berkumpul di Terminal Panjimatan, Girirejo, Imogiri, peserta kemudian bergerak menuju lapangan Demi, Wukirsari, menempuh jarak sekitar empat kilometer. Keseriusan peserta dalam mengikuti festival itu juga diperlihatkan oleh satu kelompok yang berjalan dengan menggunakan egrang. Mereka mengenakan kostum sarung. Acara tersebut juga dimeriahkan dengan marching band dari SMU Muhammadiyah Imogiri. Sepanjang rute mulai dari Terminal Pajimatan dipenuhi penonton yang berjajar di tepi jalan. Selain itu, di terminal dan lapangan Demi juga dipenuhi banyak pedagang makanan. Selama festival berlangsung sejumlah petugas dari Polsek Imogiri tampak berjaga-jaga untuk mengamankan acara tersebut. Namun, tidak seperti wilayah Bantul lainnya, umat Islam di Kecamatan Wonokromo, tampak sepi dari aktivitas takbir keliling, karena warga setempat berlebaran pada Selasa 24 Oktober. Bahkan, di beberapa masjid di Wonokromo juga tidak terdengar suara takbiran. Takbir keliling di wilayah Bantul tidak menggunakan sepeda motor, semuanya berjalan kaki, sesuai dengan imbauan pemerintah daerah dan pihak yang berwajib, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sementara itu, malam takbiran di wilayah Kota Yogyakarta tampak lebih semarak. Hampir semua jalan protokol di wilayah kota ini meriah dengan gema takbir keliling yang dilakukan anak-anak, remaja dan orang dewasa. Bahkan beberapa ruas jalan terpaksa ditutup dari arus lalulintas umum, karena dilewati peserta takbir keliling. Kegiatan menyambut Idul Fitri 1 Syawal 1427 H itu dikemas dalam Festival dan Karnaval Gema Takbir serta Parade Bedug. Menurut ketua panitia kegiatan tersebut, Agus Primajati, festival dan karnaval gema takbir serta parade bedug diikuti kalangan remaja masjid dan siswa Taman Pendidikan Al Quran (TPA) se Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, dengan kegiatan dipusatkan di Alun-alun Selatan, kompleks Kraton Yogyakarta. "Pesertanya dari sekitar 20 masjid se Kecamatan Kraton," katanya. Setiap kelompok peserta diwajibkan unjuk kebolehan dalam atraksi barisan dalam bertakbir, dan menabuh bedug mengiringi lantunan takbir. Sementara itu di Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta tampak banyak warga menyalakan kembang api jenis roket yang meluncur ke atas, sehingga menambah semaraknya malam takbiran. Di kawasan Jalan KHA Dahlan, Jalan Wahid Hasyim dan Jalan Mayjen Sutoyo, Kota Yogyakarta digelar karnaval bedug menggunakan truk trailer. Pesertanya berbusana putih-putih dengan dukungan sound system serta pengeras suara yang cukup keras. Kemudian di Jalan Sisimangaraja, pinggiran kota Yogyakarta bagian selatan ratusan anak-anak dan remaja mengikuti festival takbir keliling dengan berjalan kaki dengan iringan semacam marching-band. Warna-warni lampion berhias dan obor yang menyala serta miniatur masjid dan ka`bah yang terbuat dari kertas mereka usung untuk menambah daya tarik bagi warga masyarakat yang berjajar di pinggir jalan untuk menonton kegiatan tersebut. Arus lalulintas sempat tersendat akibat banyak jalan protokol dilewati peserta takbir keliling, seperti di Jalan Sultan Agung, Jalan Pangeran Senopati dan Jalan Brigjen Katamso, Kota Yogyakarta. (*)

Oleh Oleh Masduki Attamami
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006