Disahkannya UU MD3 2014 menandakan DPR anti reformasi
Depok (ANTARA News) - Dosen Ilmu Politik Universits Indonesia (UI) Yolanda Panjaitan menilai beberapa isi dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) anti reformasi.

"Disahkannya UU MD3 2014 menandakan DPR anti reformasi," katanya dalam acara Konferensi Nasional Ilmu Politik "Mencari Format Sinergi Masyarakat Sipil dan Institusi Politik Formal" di FISIP UI Depok, Senin.

Ia mengatakan ada tiga ketentuan yang anti reformasi dalam UU MD3. Pertama, adanya upaya menghalangi proses hukum terhadap kasus korupsi anggota DPR.

Kedua adanya ketentuan mengenai hak anggota DPR untuk mendapatkan dana aspirasi atau dana program pembangunan daerah pemilihan.

Selanjutnya ketiga adalah hilangnya pasal-pasal yang mengatur keterwakilan perempuan dalam unsur pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan.

Ia mengatakan hilang pasal keterwakilan itu bertentangan dengan semangat affirmative action dalam UU Pemilu mengenai jumlah minimal dan penempatan perempuan dalam pencalonan legislatif.

"Seharusnya semangat ini digenapi keterwakilannya dalam posisi-posisi strategis di DPR agar dapat mewujudkan partisipasi nyata perempuan dalam pembuatan kebijakan," katanya.

Sehingga, lanjut dia, akan memunculkan pentingnya pemberdayaan rakyat untuk dapat mengawasi dan mengontrol DPR baik dalam proses pelibatan publik dalam pembahasan RUU maupun dalam implementasi kebijakan.
(F006)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014