Jakarta (ANTARA News) - Menhan Juwono Sudarsono mengatakan bahwa kedatangan wakil Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Indonesia terkait penyelidikan kasus Munir tidak akan berpengaruh terhadap kerjasama pertahanan Indonesia-Amerika Serikat(AS). "Kedatangan pelapor khusus PBB, tidak menjadi ancaman terhadap kemungkinan dilakukannya embargo senjata oleh Amerika Serikat," katanya, usai berhalal bi halal dengan jajaran Departemen Pertahanan (Dephan) di Jakarta, Rabu. Ia menilai, kedatangan pelapor PBB untuk "extrajudicial execution", Philips Alston, tidak akan mengintervensi kedaulatan hukum RI dalam menangani kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir. Aparat penegak hukum di Indonesia, menurut Juwono, mampu menangani kasus Munir sehingga tidak perlu ada campur tangan dari pihak asing seperti PBB maupun AS. "Saya yakin penegak hukum di sini masih bisa menangani, jadi tidak perlu dari pihak luar," ujarnya. Intervensi dari luar hanya mungkin dilakukan bila negara setempat gagal atau tidak mampu menuntaskan kasus tersebut. "Tetapi menurut hukum internasional, kedaulatan negara setempat diutamakan. Hanya apabila gagal dan tidak mampu, baru kepedulian masyarakat internasional diutamakan. Kita tetap perhatikan dan hargai pendapat pihak luar, namun kedaulatan hukum tetap di tangan kita," kata Menhan. Sebagaimana diberitakan, keterlibatan pihak luar negeri dalam penyelidikan ulang kasus Munir terbuka setelah pelapor khusus PBB untuk "extrajudicial execution", Philips Alston, bersedia dilibatkan dalam investigasi kasus Munir. AS adalah pemasok terbesar untuk peralatan militer Indonesia hingga dekade 1990-an, seperti pesawat F-16 A/B Fighting Falcon. Namun pada dekade 1980-an, peran Eropa sebagai pemasok senjata sudah mulai cukup signifikan, seperti Inggris dengan jet latih/serang Hawk Mk-53 dan frigat kelas-Tribal, atau Jerman dengan kapal selam tipe 209 dan patroli cepat PB-57. Pasca jajag pendapat di Timtim, AS memberlakukan embargo senjata yang mengakibatkan Indonesia mencari perlengkapan militer ke berbagai negara, seperti Rusia. Setelah hampir delapan tahun mengalami embargo militer dari AS dan sekutunya, pada November 2005, pemerintah AS akhirnya mencabutnya dengan catatan pemerintah RI harus tetap menjalankan reformasi di tubuh TNI, penegakkan demokratisasi dan HAM. Mencuatnya kasus Munir, disertai lawatan istri Munir, Suciwati, ke AS dan PBB dikhawatirkan banyak pihak akan berdampak pada turunnya kredibilitas Indonesia dalam penegakkan HAM.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006