Palu (ANTARA News) - Sebanyak 29 tersangka kasus kekerasan di Poso dan Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), yang masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) belum menyerahkan diri, sekalipun toleransi waktu sepekan yang diberikan Polri berakhir Selasa pekan ini. Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Drs Muhammad Kilat, di Palu, Senin, mengatakan pengejaran dan penangkapan kepada para tersangka yang masuk dalam DPO polisi segera dilakukan sebab hingga saat ini belum ada seorang pun dari DPO belum menyerahkan diri. Menurut Kilat, Polri memberi toleransi waktu kepada DPO menyerahkan diri menyusul permintaan pemuka agama setempat akan membantu mencari dan menyerahkan para DPO tersebut kepada polisi. "Tapi kenyataannya, hingga hari ini belum ada realisasi," ujarnya. Kilat menghimbau warga Poso agar dapat memaklumi dan tidak memberi reaksi berlebihan jika polisi melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang masuk dalam DPO tersebut. Ia juga meminta elit masyarakat yang sepekan terakhir ini memberikan pernyataan ke media massa yang intinya antipatik kepada Polri menyusul pengumuman tersangka kasus kekerasan di wilayah Sulteng, agar menempuh jalur hukum. Kilat membantah polisi hanya memfokuskan pada pengungkapan kasus Poso yang melibatkan kelompok tertentu. "Tidak benar seperti itu, kebetulan tersangka kasus-kasus yang terungkap saat ini dari satu komunitas saja," katanya menegaskan. Selasa pekan lalu, Polri mengumumkan 34 orang tersangka serangkaian kasus teror yang terjadi di Kabupaten Poso dan Kota Palu, sejak tahun 2001 hingga 2006. Para tersangka itu, menurut Kilat, terlibat dalam 13 kasus teror antara lain, pembunuhan I Wayan Sumaryasa, wartawan Poso Post (tahun 2001), peledakan bom yang menewaskan Pendeta Orange Tadjoja (2001), kasus mutilasi Kades Pinedapa (2003), peledakan bom di depan Pasar Sentral Poso yang menewaskan enam orang (2004). Lainnya, kasus penembakan Jaksa Fery Silalahi dan Pendeta Susianti Tinulele di Palu (2004), perampokan uang milik Pemda Poso sebesar Rp489 juta (2004), peledakan bom di Pasar Tentena yang menewaskan 22 orang (2005), kasus mutilasi tiga siswa Poso (2005), serta sejumlah peledakan bom gereja di Palu dan Poso.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006