Depok (ANTARA News) - Praktisi hukum, Adnan Buyung Nasution, mengatakan jika kisruh politik yang terjadi di Depok karena tidak terakomodasinya keinginan anggota DPRD untuk kepentingan diri sendiri ataupun kelompok tertentu, sebaiknya walikota Depok tidak menanggapi. "Jika kisruh politik di Depok karena tidak terakomodasinya soal materi, jangan dilayani. Anggap saja anjing menggonggong kafilah berlalu," kata Buyung ketika menghadiri acara ulang tahun WS Rendra, di Depok, Selasa. Namun ia menyarankan Nur Mahmudi untuk lebih pandai lagi bermain politik, dan lebih mendengarkan aspirasi anggota Dewan agar semua kebijakan yang diambil mendapat dukungan dari para anggota Dewan. Ketua Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu lebih lanjut mengemukakan jika tuntutan anggota Dewan untuk kepentingan warga Depok, maka Nur Mahmudi wajib mendengarkan aspirasi mereka, demi kelancaran pembangunan yang ada di Kota Depok. "Jangan jalan sendiri, harus melihat kenyataan politik yang ada di Depok. Jika anggota Dewan memang berpihak pada rakyat harus terakomodasi tuntutan tersebut, jika tidak jangan dilayani," ujar Buyung yang menjadi pengacara Nur Mahmudi ketika bersengketa dengan Badrul Kamal, dalam pilkada Depok yang lalu. Dikatakannya kisruh politik yang ada di Kota Depok, harus dicari apakah ada hal lain dibalik tuntutan para anggota Dewan. Nur Mahmudi, kata Buyung, harus pandai memahami konstelasi politik yang ada di Kota Depok. "Jangan ada politik 'dagang sapi' yang pada akhirnya akan merugikan warga Depok," tegasnya. Mengenai dipersoalkannya kebijakan Nur oleh lima fraksi dan akan menyampaikan hasil paripurna ke Mahkamah Agung (MA), Buyung mengatakan kebijakan walikota tidak bisa diperkarakan secara hukum. Sementara itu, pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Eep Syaifulloh Fatah, menilai apa yang terjadi di Kota Depok merupakan kelanjutan dari proses pilkada yang digelar lalu. Menurut dia penyelesaian pilkada Depok ditentukan oleh Mahkamah Agung bukan oleh warga Depok sendiri. "Jika penyelesaian masalah politik di Depok diselesaikan lewat MA lagi, maka akan terjadi kisruh politik yang akan datang," kata Eep, yang datang bersama istrinya, Sandrina Malakiano. Ia menyarankan pihak eksekutif dan legislatif untuk melakukan negosiasi dan komunikasi yang lebih intens, sehingga akan tercapai kesepakatan antar keduanya. "Jika tidak bisa diselesaikan, saya khawatir akan menjadi preseden buruk bagi daerah-daerah lainnya, yang akan mengalami hal serupa," katanya. Eep menilai apa yang disampaikan oleh lima fraksi anggota DPRD Depok ke MA bukan merupakan pandangan hukum, tetapi merupakan pandangan politik. "Jika MA yang mengeluarkan keputusan baru dinamakan pandangan hukum," jelasnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006