Kediri (ANTARA News) - Ulama terkesan dipaksa menyetujui pembentukan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dalam pertemuannya dengan Choirul Anam selaku pendiri partai itu di Pondok Pesantren Putri Al Falah, Ploso, Mojo, Kediri, Jatim yang berlangsung sejak Jumat (10/11) malam hingga Sabtu dinihari tadi. "Memang moderator yang memimpin pertemuan itu terkesan memaksa para kiai untuk menyetujui pembentukan partai baru ini," kata Saifullah Yusuf (Gus Ipul) selaku fasilitator pertemuan antara ulama dengan pendiri partai usai acara, Sabtu dinihari. Menurut dia, seharusnya forum tersebut untuk mengklarifikasi inisiatif Choirul Anam yang dianggapnya terburu-buru dalam mendaftarkan PKNU ke Departemen Hukum dan HAM, tapi yang terjadi justru sebaliknya, para ulama dipaksa menyetujui pembentukan partai baru itu. "Mengapa pendaftaran partai baru ini dipaksakan harus bulan September, padahal bisa November dan Desember," ujar Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu menyesalkan tindakan Choirul Anam dan kawan-kawan. Meski demikian, dia tetap menghormati keputusan para ulama yang menyetujui pembentukan partai tersebut karena dianggap sudah telanjur. Sementara itu mantan Ketua Dewan Syura DPP PKB versi Muktamar Surabaya sekaligus penggagas PKNU, KH Abdurrahman Chudlori usai pertemuan menyatakan, bahwa para ulama masih akan mengadakan pertemuan lagi di Ponpes Langitan, Tuban, pada 21 November mendatang. "Pertemuan nanti untuk menyempurnakan beberapa usulan para kiai terkait PKNU. Jadi yang terpenting perubahan boleh asalkan mengarah pada penyempurnaan, bukan perubahan dari sesuatu yang sudah ada," ujar ulama asal Tegal Rejo, Magelang, Jateng itu. Dalam pertemuan di Langitan nanti, keterlibatan para ulama akan diintensifkan dengan terbentuknya Tim 17 di Ponpes Ploso yang terdiri dari KH Abdullah Faqih, KH Sofyan, KH Makruf Amien, KH Zainuddin Djazuli, KH Idris Marzuqi, KH warson Munawwir, KH Muhammad Syubadar, KH Nurul Huda Djazuli, KH Dimyati Rois, KH Abdullah Sahal, KH Muhaiminan Gunardo, KH Soleh Qosim, KH Anwar Manshur, KH Abdul Adhim, KH Chasbullah Badawi, KH Aniq, dan KH Abdurrahman Chudlori sendiri. Sementara itu dalam pertemuan di Ponpes Ploso sempat terjadi silang pendapat antar ulama karena diantara mereka ada yang setuju dengan PKNU, setuju partai baru tapi bukan PKNU, dan tidak setuju pembentukan partai baru. Hampir mayoritas ulama memang setuju dengan PKNU tapi dengan beberapa penyempurnaan-penyempurnaan, seperti yang dilontarkan KH Muhammad Syubadar. Namun tidak sedikit yang tidak setuju dengan PKNU karena dianggap membawa-bawa unsur NU, seperti usulan KH Abdullah Faqih dari Ponpes Langitan. "Dalam istikharah, kami melihat bendera partai berwarna hijau, tapi hanya ada tulisan PK, bukan PKNU," ujar Kiai Faqih.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006