Jakarta (ANTARA News) - Saat ini tidak ada data resmi mengenai WNI Tionghoa yang  belum memiliki dokumen.

"Saat ini tidak ada data resmi atau akurat mengenai WNI etnis Tionghoa yang lahir turun temurun di Indonesia namun belum terlayani sebagai WNI," kata Ketua III Institut Kewarganegaraan Indonesia Saifullah Mashum di Jakarta, Kamis.

Dalam wawancara dengan Antaranews, Saifullah mengemukakan IKI mengasumsikan ada 100 ribu warga Tionghoa yang lahir dan turun temurun di Indonesia namun belum dilayani sebagai WNI.

Angka 100 ribu orang tersebut menurut IKI mengacu pada jumlah data pemerintah tahun 1995.

Menteri Dalam Negeri dalam surat kepada presiden pada 21 Juni 1995 melaporkan hasil Pendataan Penduduk (Pemukim) Orang Asing Cina di Indonesia sebanyak 208.820 orang.

Sebanyak 116.470 di antaranya mendapat empat surat untuk pewarganegaraan namun program tersebut waktunya terbatas sehingga sisa pemukim pada 1995 sebanyak 92.350 orang.

IKI mengasumsikan, jika kelahiran dan kematian mengikuti data BPS, maka pada tahun 2014 terdapat sekitar 100 ribu orang keturunan Tionghoa yang status kewarganegaraannya masih bermasalah.

Menurut  Saifullah, selama ini warga tersebut belum terlayani dokumen kependudukannya karena pemahaman petugas belum tuntas mengenai masalah kewarganegaraan dan kependudukan, sehingga mereka belum dilayani.

"Banyak yang memilih untuk 'sembunyi'. Mereka mungkin punya KTP namun asli-tapi-palsu. Mereka tidak akan terdata di KTP elektronik, belum lagi keturunan mereka menghadapi masalah serupa," katanya.

Lebih lanjut Saifullah mengemukakan kondisi ini menjadikan orang-orang  tersebut rentan menjadi sasaran pemerasan oknum.

Keturunan Tionghoa menurut dia cenderung dianggap asing karena politik pecah belah zaman penjajahan Belanda yaitu penggolongan penduduk dan diterapkannya  staatsblad yang berbeda untuk setiap golongan.

"Staatsblad tidak ada hubungan dengan masalah kewarganegaraan. Namun karena bias pemahaman petugas, maka seolah-olah Staatsblad digunakan untuk menentukan kewarganegaraan seseorang," katanya.

IKI mengusulkan agar Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa orang-orang yang menenuhi kriteria seperti lahir dan turun-temurun di Indonesia, tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri, dan tidak pernah memiliki paspor asing, sesungguhnya adalah WNI sehingga berhak dilayani dalam administrasi kependudukannya.

Lebih lanjut IKI mengusulkan agar Menteri Dalam Negeri menerbitkan instruksi  kepada seluruh jajaran administrasi kependudukan sampai ke tingkat RT untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang dengan kriteria di atas sebagai WNI.

"Untuk mencegah masuknya orang asing dalam program ini, maka dibuat surat pernyataan dengan dua orang saksi WNI, dan Surat Pernyataan Domisili yang diketahui RT, RW, dan Lurah." kata Saifullah.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014