Jakarta (ANTARA News) - Kedatangan Bush terkait erat dengan pengamanan kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional AS yang sedang menuai gugatan publik di Indonesia, mulai dari tuntutan pemutusan kontrak hingga penutupan operasi mereka, karena itu kedatangan Bush perlu diwaspadai. "Rakyat Indonesia harus mewaspadai penyambutan luar biasa pemerintahan SBY atas kedatangan Bush termasuk transaksi apapun yang disepakati diantara mereka," kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Siti Maimunah, di Jakarta, Jumat. Pemerintah dan Rakyat Indonesia, tegasnya, sudah seharusnya menolak kedatangan Bush dengan meningkatkan desakan untuk mereformasi sejumlah investasi AS yang merugikan Indonesia secara ekonomi dan telah merusak lingkungan hidup. Pemerintah juga didesak untuk tidak mengambil kesepakatan-kesepakatan yang melindungi kepentingan bisnis AS di Indonesia, seperti perubahan kebijakan lingkungan hidup, melarang dilakukannya arbitrase internasional jika terjadi perubahan-perubahan kontrak akibat perubahan UU dan konstitusi, termasuk kesepakatan yang berniat melindungi tindak kriminal korporasi AS untuk diadili di Indonesia. Pihaknya juga mendesak dihentikannya segala praktek militer dan segala bentuk kekerasan terhadap masyarakat sipil dan komunitas di sekitar perusahaan transnasional AS. Kedatangan Bush, ujarnya, bersamaan dengan meningkatnya sorotan publik Indonesia terhadap praktek kotor dan akumulasi dampak buruk perusahaan transnasional AS di sektor ekstraksi, juga peran utama AS dalam perang melawan teroris. Sayangnya, berlawanan dengan penolakan berbagai ormas, mahasiswa dan LSM, pemerintah SBY justru menyambut Bush bak majikan. Mulai dari menyulap Kebun Raya Bogor hingga mensterilkan tukang becak dan pedagang asongan di sekitar lokasi pertemuan, ujarnya. Penanaman modal asing AS dalam 10 tahun terakhir mencapai USD 2,84 milyar, di sektor-sektor ekonomi Indonesia, tetapi praktek buruk beroperasinya investasi AS telah berlangsung lama, mulai dari pengambilalihan aset, penghancuran lingkungan, pemiskinan hingga pelanggaran HAM di sekitar pertambangan Freeport, Newmont, Exxon Mobil, Unocal Chevron dan lainnya. Akumulasi dampak praktek buruk perusahaan-perusahaan transnasional AS di Indonesia itu menuai sentimen negatif publik yang meningkat dalam dua tahun terakhir, baik dalam bentuk aksi hingga tuntutan yang mengancam keamanan mereka. Diantaranya kasus pengadilan kejahatan lingkungan oleh Newmont di Teluk Buyat, tuntutan renegosiasi kontrak hingga penutupan tambang PT Freeport yang terus mengemuka, dan skandal pengambilalihan blok Cepu oleh Exxon Mobil dari tangan Pertamina.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006