Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda dan Komandan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusumah, Marsekal Pertama TNI Amirullah Amin, dijadwalkan menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS) George W. Bush dan rombongan di Bandara Halim PK, Senin sore. Perihal pejabat yang ditugaskan menyambut kedatangan Presiden Bush dan rombongan dengan Pesawat Kepresidenan AS, Air Force One, itu disampaikan Kepala Dinas Operasi Lanud Halim Perdana Kusumah, Kolonel Pnb Gutomo, kepada ANTARA di Bandara Halim PK, Jakarta Timur, Senin. Dalam perkembangan lain, kesiapan di bandara terus dilakukan sejak Pukul 10.00 WIB. Empat helikopter jenis "Chinook" dan dua helikopter "Black Hawk" AS sempat melakukan manuver di atas angkasa bandara untuk memantau segala persiapan kedatangan rombongan Presiden Bush dengan Air Force One dari Vietnam. Hingga Pukul 13.00 WIB, segala persiapan menyambut kedatangan Bush terus dilakukan pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres) RI dan Secret Service AS, terutama di areal yang menjadi lokasi pendaratan pesawat Air Force One. Keempat helikopter AS itu juga sempat mengisi bahan bakar. Kian hangat Sementara itu, di Bogor, aksi demonstrasi anti kunjungan Presiden Bush semakin menghangat, Senin siang. Setidaknya tiga massa dari organisasi politik dan kemahasiswaan menggelar demonstrasi di sebelah Terminal Baranangsiang Bogor untuk menunjukkan penolakan mereka terhadap kunjungan Presiden Bush yang tiba di Istana Bogor, Senin sore. Di antara mereka adalah 2.000 anggota dan simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) se-kabupaten dan kota Bogor yang sebelumnya berjalan kaki dari Masjid Raya Bogor. Ketua DPD PKS Kota Bogor, Yocie Gusman, mengatakan aksi pihaknya itu digelar guna menunjukkan kepada Pemerintah AS, khususnya Presiden Bush, bahwa sebagian besar masyarakat menolak kedatangannya ke Indonesia. "Meski Bush jadi datang ke sini, kami tetap melakukan aksi, sehingga mereka (Bush) tahu bahwa masyarakat Indonesia menolak kedatangannya," kata Yocie. Seruan Ketua MPR Terkait dengan kunjungan kenegaraan Bush itu, Ketua MPR Hidayat Nurwahid meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghadirikan "semangat dan fakta" bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang merdeka, berdaulat dan bermartabat, dalam pertemuannya dengan Bush di Istana Bogor. "Saya kira yang paling prinsip adalah menghadirkan `spirit` dan fakta bahwa Indonesia adalah negara yang merdeka dan bermartabat, dan bukan salah satu negara bagian AS," katanya. Karena itu, lamjut dia, dalam pembicaraan dengan Bush itu, Presiden Yudhoyono tidak boleh dalam posisi "inferior" (rasa rendah diri), tapi sebaliknya mutlak mampu menunjukkan bahwa kedua pemimpin adalah dua mitra sejajar. Menurut dia, Indonesia tidak boleh dalam posisi "inferior" melainkan dua mitra yang sejajar. Bahkan dalam konteks sebagai presiden Indonesia harus mempunyai kepercayaan diri karena dirinya tidak didemo dimana-mana. Berbeda dengan Bush yang ditentang banyak orang dan bahkan dituding sebagai penjahat perang oleh berbagai kalangan di banyak negara. Mengenai pertemuan Presiden Yudhoyono dan Bush di Istana Bogor Senin sore hingga malam itu, sejumlah masalah yang masuk dalam agenda Pemerintah RI adalah masalah pendidikan, kesehatan, teknologi, dan kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan Millennium Development Goals (MDGs). Kunjungan Bush yang diwarnai dengan gelombang demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat itu antara lain ditandai dengan pemberian bantuan dana sebesar 150 juta dolar AS untuk mendukung apa yang disebut "Indonesia Education Initiative". Kunjungan Bush bersama istri ini merupakan kunjungan keduanya di Indonesia setelah yang pertama di Bali tahun 2003. (*)

Copyright © ANTARA 2006