Surabaya (ANTARA News) - Kekhawatiran tentang bahaya luapan lumpur Lapindo bagi pengguna jalan tol Porong terbukti setelah pada Rabu (22/11) malam terjadi ledakan yang menewaskan sejumlah orang. "Ledakan itu semakin menguatkan anggapan bahwa lumpur telah membawa kita ke liang kubur," kata pakar hukum lingkungan dari Unair, Dr Suparto Wijoyo, SH ketika dihubungi ANTARA News. Ledakan itu terjadi sekitar pukul 20.00 WIB dengan menimbulkan kobaran api setinggi beberapa ratus meter ke udara. Sejumlah warga yang berada di luar Sidoarjo dan Surabaya, seperti Lamongan, mengaku melihat kobaran api tersebut. Mendapati ledakan dan kobaran api itu sejumlah warga dan petugas di lokasi semburan lumpur panik. Mereka berlarian menyelamatkan diri. Dari mereka ada yang selamat sementara lainnya terjebak lumpur akibat jebolnya tanggul. Setidaknya korban tewas tercatat tujuh orang, yakni Kapten Afandi (Danramil Balongbendo), Serda M Efendi (anggota Yon Zipur V Malang), Tri Iswandi (petugas Jasa Marga), H Yusnan Edi (petugas Jasa Marga), Bripda Fani Dwi (Polda Jatim), Bripka Slamet (anggota Polri dari Pasuruan) dan Ir Edi Sutarno (Surabaya). Korban luka yang dirawat di RSUD Sidoarjo delapan orang, yakni Amrullah (45), warga Sumput, Sidoarjo, Untung Masiwan (42) dari Kodim 0816 Sidoarjo, Kadar (53) dari Pasiman RT 13, Sidoarjo, John Dachtar dari Lapindo dan Sukur (56), tanpa alamat jelas. Sementara tiga orang lainnya yang juga dirawat di rumah sakit sudah dipulangkan. Mereka adalah, Chandra Hasibuan (anggota Yon Zipur V Malang), Andri (warga Tanggulangin) dan Ponidi dari Maron, Kediri. Dua korban luka bakar dirujuk ke RSUD Dr Soetomo Surabaya, yakni Endri (39), warga Pratama Regency Tanggulangin dan Eko Riyandi (45), warga Karang Wedoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang serta satu orang ke RS Delta Surya Sidoarjo, Moh Soleh (32), warga perumahan Mutiara Citra Asri, Candi, Sidoarjo. Banyaknya korban jiwa meninggal dan luka-luka akibat ledakan itu karena situasinya memang serba cepat. Hal itu diakui oleh para korban, termasuk Amrullah. "Saat itu saya baru saja menggantikan teman bertugas pada pukul 19.00 WIB, tapi tiba-tiba ada tanggul jebol di pos II Jasa Marga kemudian saya lari ke arah Surabaya," katanya. Petugas lapangan PT Lapindo itu kemudian berusaha naik ke atas tanggul yang agak tinggi dan di atasnya terdapat tiga eskavator. Namun tiba-tiba, seratus meter dari tempatnya berada ada ledakan sekitar pukul 20.00 WIB. "Saya mendengar ledakan itu cukup keras sebanyak tiga kali, kemudian ada semburan api setinggi sekitar 100 meter. Karena itu, saya yang biasa bertugas di pengeboran sudah dapat menduga bahwa itu berasal dari pipa di pinggir tol," paparnya. Ia mengatakan, dirinya mengalami luka bakar di bagian kaki kanan dan kiri serta kepala dan telinga bagian belakang, akibat terkena semburan lumpur ketika lari menjauh dari kobaran api. Sulitnya menyelamatkan diri dari lumpur panas itu tidak hanya dialami para korban. Tim SAR Surabaya bersama tentara pada Kamis (23/11) pagi juga kesulitan menembus lumpur. "Untuk sementara semua tim menunggu, karena perahu fibreglass yang kami gunakan tidak bisa masuk ke lokasi. Selain panas, lumpur itu terlalu pekat," kata anggota relawan SAR Surabaya Nasarudin Ismail. Ia mengemukakan, satu-satunya cara untuk mengevakuasi korban yang diduga masih ada empat orang adalah menggunakan helikopter. Hingga pukul 07.10 WIB, helikopter TNI AL yang di bawah kendali Basarnas belum tiba di lokasi. Nasarudin menceritakan, pihaknya sudah menemukan titik sasaran yang diduga merupakan lokasi korban tewas. Hal itu ditandai dengan adanya gundukan di lokasi lumpur dan adanya pakaian yang terlihat menyembul. Proses pencarian dan evakuasi korban melalui udara dengan menggunakan helikopter juga terpaksa dihentikan karena kondisi udara sangat panas akibat semburan lumpur yang membesar. Helikopter TNI AL dari Skuadron Udara 400 Lanudal Juanda yang berada di bawah kendali Badan SAR Nasional (Basarnas) itu tidak berhasil mendapati sejumlah korban yang belum ditemukan. Dari pantauan udara terlihat tanggul utama penahan semburan lumpur jebol, sehingga lumpur meluap ke arah utara dan mengenai ruas jalan tol Porong-Gempol hingga setinggi sekira tiga meter. Selain itu, sejumlah mobil dan alat berat yang berada di sekitar kolam penampungan juga ikut terendam. Sementara Kapendam V/Brawijaya Letkol (CHK) AS Harahap mengatakan, sejumlah perwira TNI menjadi korban, antara lain Danramil Balongbendo Kapten Afandi yang tewas serta Danramil Taman, Sidoarjo Kapten Hendro yang hinggi kini belum ditemukan. "Danramil Taman serta Danramil Balongbendo pada Rabu (22/11) malam memang mengadakan tugas patroli pengawasan tanggul penahan lumpur sebelum terjadinya ledakan. Kedua perwira itu bertugas bersama anggota Kodim Sidoarjo dan Yon Zipur Kodam V/Brawijaya," katanya. Akibat munculnya ledakan itu, kata Dr Suparto Wijoyo, polisi, Kementerian ESDM dan Lingkungan Hidup harus segera mengusut PT Pertamina. "Tanggung jawab pertama adalah PT Pertamina sebagai pemilik pipa gas itu. Namanya lokalisasi tanggung jawab dalam kasus yang tergolong sebagai kriminal ekologi ini," katanya. Ia mengemukakan, kalau dalam pemeriksaan lanjutan PT Pertamina mampu membuktikan bahwa ledakan itu terjadi akibat lumpur panas PT Lapindo Brantas, maka akan ada tanggung jawab atau tanggung gugat bersama antara Pertamina dengan Lapindo. "Tanggung gugat bersama itu diatur dalam hukum lingkungan kita. Penyelidikan dalam kasus ini harus komprehensif karena melibatkan banyak pihak," katanya. Namun demikian, ia mengingatkan agar polisi dan penyidik lainnya tidak menimpakan tanggung jawab kasus ini ke karyawan Pertamina atau tenaga operasional, melainkan jajaran pimpinan, termasuk Dirut Pertamina harus dievaluasi kinerjanya. Menurut dia, meskipun dalam pembuktian nanti terungkap bahwa ledakan itu murni karena kecelakaan, hal itu tidak akan membebaskan Pertamina dari tanggung jawab hukum. Hanya saja jika itu kecelakaan murni kemungkinan akan meringankan beban hukumnya. "Kecelakaan lalu lintas saja tetap ada pertanggungjawaban, apalagi ini peristiwa yang menyebabkan kerusakan ekologi dan kemanusiaan," ujar pria asal Jombang itu. Mengenai tanggung jawab Timnas Penanggulangan Luapan Lumpur, Suparto mengemukakan, tim yang melakukan solusi teknis atas kasus itu juga harus dievaluasi kinerjanya.(*)

Oleh Oleh Masuki M Astro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006