Jakarta (ANTARA News) - Perilaku dari 48 orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang baru dipulangkan dari Thailand pada Rabu (22/11), tidak normal akibat lamanya dikurung di kebun binatang negara tersebut. "Mereka belum mau menggunakan sarang saat tidur, padahal itu kodrat mereka. Bahkan tidur mereka masih di lantai kandang," kata Asisten Manajer Pusat Reintrosuksi Orangutan (PROU) Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo Survival (BOS) Palangkaraya, Hardi Baktiantoro, kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa. Menurut Hardi, padahal di kandang karantina di PROU Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, telah disediakan sarana seperti ranting-ranting untuk sarang dan tali untuk berayun orangutan. Demikian pula di area bermain orangutan itu, disediakan pula pohon, namun orangutan itu tidak menggunakannya yang justru kebalikannya selalu kembali lagi ke dalam kandang. "Kondisi demikian akibat orangutan lama dikarantina dalam kebun binatang di Thailand hingga tidak terbiasa berperilaku normal," katanya. Sementara itu, ke-48 orangutan saat ini masih dalam pemulihan stamina fisik setelah melalui perjalanan udara cukup lama Bangkok-Palangkaraya serta dilanjutkan perjalanan darat sekitar setengah jam menuju PROU di Palangkaraya. "Saat ini mereka diberi makan dan minum serta diobservasi rutin," katanya. Ia mengatakan jika stamina ke-48 orangutan itu telah pulih, maka akan menjalani pemeriksaan lengkap, yaitu, HIV, TBC, herpes, infeksi parasit dan hepatitis A, B, C. Selanjutnya pengambilan contoh darah, rambut dan kuku untuk indentifikasi DNA juga disertai pengambilan foto dan sidik jari. "Diharapkan pemeriksaan itu dilakukan pada 30 November 2006 dan biaya yang dibutuhkan cukup mahal sekitar Rp96 juta," katanya. Sedangkan perihal tujuh ekor orang utan yang terkena hepatitis B, kata dia, dikhawatirkan akan menularkan penyakitnya ke orangutan lainnya, karena selama di Thailand tidak mendapatkan perlakuan khusus. "Dari hasil observasi terlihat bekas tato di tangan (untuk identifikasi) dan bekas luka lama di kulit. Setidaknya perlu kerja keras untuk memulihkan kondisi mereka dan merehabilitasi untuk kemudian dilepaskan ke hutan," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006