Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, meminta kalangan media penyiaran agar lebih bertanggungjawab dalam menyuguhkan tayangan kepada publik, terutama yang berpotensi merusak mental generasi muda. "Televisi jangan menampilkan kekerasan, takhayul, dan sinetron percintaan yang menggunakan latar sekolah, pakai seragam sekolah. Jangan meracuni generasi sendiri," kata Hasyim di Jakarta, Kamis. PBNU merasa sangat prihatin dengan berbagai tayangan televisi yang sangat tidak mendidik. Bahkan salah satu tayangan yakni gulat bebas "Smack Down" yang menyajikan kekerasan telah memakan korban nyawa. Seorang anak siswa Sekolah Dasar (SD) di Bandung meninggal dunia karena 'di-smackdown' teman sekolahnya yang meniru adegan di tayangan tersebut. Demikian juga dengan sinetron remaja yang lebih banyak mengajarkan kehidupan hedonis dan pergaulan bebas. Mantan Ketua PWNU Jawa Timur itu mengaku pada dasarnya bisa memahami kehidupan remaja. Namun demikian, bukan berarti televisi berhak menayangkan sinetron percintaan yang terlalu vulgar. Apalagi kemudian ditambah dengan adegan berpacaran di lingkungan sekolah dan memakai seragam sekolah pula. "Itu kan mendistorsi peran sekolah sebagai lembaga pendidikan. Adegan pacaran silakan saja, tapi jangan di situ (sekolah), jangan pakai seragam sekolah. Karena sekolah itu kan tempat mencari ilmu. Bukan tempat untuk pacaran," katanya. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur itu melanjutkan, pengelola televisi tidak boleh berdalih bahwa tayangan tersebut memiliki rating tinggi yang artinya digemari masyarakat sehingga tidak mungkin dihentikan penanyangannya. "Disukai kan tidak mesti baik. Bagaimana mau baik, kalau (televisi-red) isinya kekerasan, selingkuh, dan lain-lain. Sekarang bagaimana caranya kita ini menyelamatkan generasi muda," katanya. Selain mendesak sikap tegas pemerintah, Hasyim juga meminta meminta agar pihak-pihak yang terkait melakukan koordinasi dalam upaya menyelesaikan masalah tersebut. "KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), pemerintah dan media massa, terutama media massa visual harus berkoordinasi," katanya. Pada kesempatan itu Hasyim juga sempat mengeluh bahwa seruan moral, terutama yang keluar dari institusi keagamaan semacam seruan PBNU, seringkali tidak mendapat tempat, bahkan tidak jarang justru dianggap "penyakit" yang harus dibuang jauh-jauh. "Caranya dengan dibelokkan bahwa itu syariat. Kalau sudah dianggap syariat lantas dicap fundamentalis. Ujung-ujungnya bukannya diterima tapi malah dicaci. Tapi sebagai organisasi keagamaan, NU tetap perlu menyuarakan seruan moral," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006