kami harap hukum bisa lebih jeli dan adil dalam memutuskan hasil akhir dari persidangan ini

Kupang (ANTARA News) - Sejumlah masa pendukung Brigadir Polisi Rudy Soik yang akan menjalani sidang putusan terakhir pada hari ini mulai memadati Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) baik di luar ruang maupun di dalam.

Dari pantaun pewarta Antara di lokasi persidangan, masa yang menamakan diri mereka Aliansi Masyarakat Sipil Dukung Keadilan dan Perdamaian (AMSDKP) terlihat berkumpul di depan pengadilan menunggu dimulainya persidangan.

Koordinator Umum AMSDKP Fr. Christo Ngasi saat ditemui mengatakan sejumlah gabungan masa ini terdiri dari Aliansi Menolak Perdagangan Orang (Ampera), Jaringan Relawan Untuk Kemanusiaan (Jeruk), kelompok biarawan dan biarawati (Pastor dan Suster), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI),serta tokoh-tokoh agama yang berada di Kupang.

"Hari ini kami semua turun untuk mendengar putusan akhir dari saudara kami Rudy Soik," kata saat menunggu di mulainya sidang.

Masa yang datang dari berbagai kelompok tersebut terlihat menggunakan baju berwarna putih.

"Dengan baju putih ini kami harap hukum bisa lebih jeli dan adil dalam memutuskan hasil akhir dari persidangan ini," tambahnya.

Rudy Soik, merupakan seorang anggota Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang pernah melaporkan atasannya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena teridentifikasi kasus mafia perdagangan manusia di NTT.

Namun kemudian ia dijadikan tersangka akibat dalam menjalankan tugasnya sebagai satuan tugas (satgas) "trafficking" Kepolisian Daerah NTT, dijadikan tersangka karena melakukan penganiyaan terhadap Ismil Pati Sanga yang diduga merupakan kaki tangan dari jaringan "human trafficking" yang bernama Tony Seran.

Sedangkan Tony Seran adalah Daftar pencarian orang (DPO) Polda NTT.

Sampai berita ini diturunkan, sidang yang direncanakan dimulai 10.00 WITA, harus diundur dan baru dimulai pada 11.30 WITA. (Simak pula dukungan LPSK kepada Rudy Soik di sini)



Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015