Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan menunda eksekusi mati terpidana mati kasus Bom Bali I, yaitu Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron alias Muklas terkait masuknya akta pernyataan permohonan peninjauan kembali (PK) perkara ketiganya ke PN Denpasar. "Persoalan jelas, menurut undang-undang maka kita terpaksa menunggu hasil PK perkara yang bersangkutan," kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dalam jumpa pers, di Jakarta, Kamis sore. Pada Rabu (6/12), Jaksa Agung menyatakan pihaknya menerima laporan bahwa Amrozy dkk menerima salinan lengkap putusan Mahkamah Agung pada 28 November 2006 sehingga Kejaksaan memberikan waktu satu bulan untuk mengajukan PK yang bila tidak dipenuhi maka eksekusi tidak akan ditunda lagi. "Ternyata, kemarin itu tanggal 6 Desember, mereka benar-benar menyatakan PK di PN Denpasar melalui kuasa hukumnya, Achmad Michdan," kata Jaksa Agung. Achmad Michdan memasukkan tiga akta pernyataan permohonan PK masing-masing perkara No 224/PID.B/2003/PN.DPS atas Ali Gufron; perkara No 167/PID.B/2003/PN.DPS atas Amrozy dan perkara No 203/PID.B/2003/PN.DPS atas Imam Samudra. Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron dijatuhi pidana mati oleh PN Denpasar setelah dinyatakan bersalah sebagai pelaku peledakan Pady`s dan Sari Club di Denpasar, Bali yang menyebabkan 200 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Awalnya, Amrozy dkk menjalani penahanan di LP Kerobokan, Denpasar namun pada Oktober 2005 ketiganya dipindahkan ke LP Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah dan menunggu eksekusi matinya di tempat itu. Menurut Jaksa Agung, pengajuan PK pada hukuman yang bukan pidana mati tidak akan menunda pelaksanaan eksekusi. "Tapi untuk pidana mati, pengajuan PK bisa menunda eksekusi," kata Jaksa Agung. (*) (Foto: Amrozi, Imam Samudra, Ali Gufron)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006