Kalau ini tidak digubris, maka kami akan melaporkan kepolisian karena ada dugaan pidana

Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Partai Golkar versi Musyarah Nasional (Munas) Bali yang mengusung Ketua Umum Aburizal Bakrie (ARB), Idrus Marham, memprotes Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang mengakui kepengurusan partai tersebut di bawah kepemimpinan Agung Laksono sebagai sebuah manipulasi.

"Kami datang untuk menjelaskan dan menunjukkan bahwa dasar putusan adalah manipulasi. Menkumham salah kutip, jelas. Kita baca bolak-balik salah itu. Kita hanya ingin mengingatkan," kata Idrus di gedung Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Rabu.

Pada Selasa kemarin,  Menkumham mengakui kepengurusan partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono hasil Munas Ancol dengan merujuk pada dokumen Mahkamah Partai Golkar pada 3 Maret 2015 karena dua hakim yaitu Djasri Marin dan Andi Mattalatta memutuskan mengesahkan kepengurusan versi Agung Laksono.

"Surat Menkumham yang dikeluarkan kemarin telah memanipulasi putusan Mahkamah Partai yang dijadikan dasar dan alas. Di situ dikutip putusan Mahkamah Partai seakan-akan mengabulkan permohonan Golkar versi Munas Ancol sehingga di situ ditulis Golkar dipimpin Agung Laksono. Ini indikasi manipulasi," ungkap Idrus.

Idrus datang bersama dengan sejumlah Ketua Dewan Pimpinan Pusat provinsi dan kabupaten kota. Sedangkan mereka ditemui oleh Direktur Tata Negara Tenan Sitepu, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri, Ferdinand Siagian dan Staf Khusus Menteri Nurdin.

"Karena keputusan Mahkamah Partai yang tertulis di putusan adalah anggota Mahkamah Partai memiliki pandapat dan pendapat berbeda sehingga tidak mencapai kesatuan pendapat. Hanya dijelaskan pendapat-pendapat yang ada. Lalu Prof Muladi dan Natabaya berpendapat ini proses hukum, sementara hakim Djasri dan Andi bukan," jelas Idrus.

Idrus bahkan mengaku bahwa Muladi menyatakan Mahkamah Partai tidak pernah memutuskan salah satu pihak yang menang.

"Mengutip putusan, Mahkamah Partai tidak pernah memutuskan memenangkan salah satu pihak. Kalau begitu yang dijadikan alas atau dasar Menkumham tidak benar. Pendapat memenangkan versi Munas Ancol dan proses hukum adalah pendapat pribadi yang disampaikan hakim anggota Mahkamah Partai, bukan putusan Mahkamah Partai. Mudah-mudahan masuh ada kejernihan pikiran. Kami prihatin ada surat itu. Surat sebagai celah menciderai nilai demokrasi. Itu tidak akan dibiarkan," tambah Idrus.

Idrus bahkan mengancam bila hal Menkumham mengacuhkan protesnya maka akan melaporkan Yasonna ke kepolisian.

"Kalau ini tidak digubris, maka kami akan melaporkan kepolisian karena ada dugaan pidana," tegas Idrus.

Hari ini, Idrus juga sudah melaporkan kubu Agung Laksono ke Badan Reserse Kriminal Polri dengan tuduhan pemalsuan dokumen Munas Ancol.

Total ada 133 pemalsuan yang diklaim oleh kubu Aburizal Bakrie yang terdiri atas pemalsuan tanda tangan, kop surat, dan stempel mandat dukungan.

Pada 3 Maret 2015, Mahkamah Partai Golkar mengeluarkan putusan keputusan MPG nomor 01/P1-GOLKAR/III/2015 nomor 02/P1-GOLKAR/III/2015 dan nomor 03/P1-GOLKAR/III/2015, terkait dualisme kepengurusan partai tersebut.

Dua hakim yaitu Djasri Marin dan Andi Mattalatta memutuskan mengesahkan kepengurusan Golkar pimpinan Agung Laksono. Dasar pertimbangannya adalah Munas Bali yang diselenggarakan kubu Aburizal dirasa tidak transparan, tidak demokratis, dan tidak aspiratif. Sementara kubu Munas Jakarta dipandang berlangsung demokratis dan terbuka.

Sedangkan dua hakim lain yakni Muladi dan HAS Natabaya hanya memberikan putusan rekomendasi terkait proses kasasi yang ditempuh kubu Aburizal Bakrie di Mahkamah Agung.

Muladi menyatakan dirinya dan HAS Natabaya memutuskan agar siapapun pemenang dalam proses peradilan itu agar menghindari pengambilalihan seluruh struktur kepengurusan, merehabilitasi anggota yang mengalami pemecatan serta mengapresiasi yang kalah dalam kepengurusan. Sedangkan pihak yang kalah dalam pengadilan diminta berjanji tidak membentuk partai baru.

(D017)





Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015