Washington (ANTARA News) - Korea Selatan menolak pengiriman daging sapi Amerika Serikat ke negaranya karena melanggar peraturan dagang yang ditetapkan tahun ini. Korea Selatan telah menolak pengapalan daging sapi AS dalam beberapa hari terakhir, seperti dikutip kantor berita Reuters Senin, mendorong Menteri Pertanian AS Mike Johanns menuduh Seoul menghambat pembukaan kembali pasarnya bagi daging sapi AS. Seoul, di mana merupakan pasar ekspor utama bagi para produsen AS yang telah mencegah masuknya daging sapi AS sejak kasus mad cow (sapi gila) pertama ditemukan pada 2003. Tetapi sebuah transaksi tahun ini telah mendorong dimulainya kembali ekspor dari sapi-sapi AS yang berumur di bawah 30 bulan, kecuali jika para produsen AS memenuhi permintaan tertentu. "Keputusan yang telah melarang daging sapi dari beberapa pabrik AS `bukan politis`. Hal itu berbasis perjanjian secara penuh," kata sebuah sumber Korea Selatan di Washington. Industri pengepakan saat ini diminta membuang otak, tulang belakang dan urat syaraf dari daging sapi yang dikirimkan ke Korea. "Berbasis pada perjanjian tersebut, kami tidak dapat berbuat berbagai hal yang bersifat fleksibel. Itu merupakan masalah besar bagi kami," kata sumber Korea itu kepada Reuters. Departemen Pertanian belum menyepakati. "Penolakan pengiriman ke tiga secara jelas menunjukkan bahwa para pejabat Korea Selatan menetapkan untuk menemukan alasan menolak semua produk-produk daging sapi dari Amerika Serikat," kata Johanns. Putaran ke lima pembicaraan telah berjalan dan memasuki ketidaksepakatan seputar undang-undang anti-dumping, perdagangan otomotif dan juga obat-obatan. Wendy Cutler, pimpinan perunding Washington dalam pembicaraan itu, mengatakan bahwa Korea Selatan harus sepenuhnya membuka kembali pasar daging sapinya sebelum kongres akan mengenakan sanksi setiap transaksi perdagangan. Para pengusaha Korea juga menginginkan bahwa perjanjian perdagangan bebas antara Korea dengan AS yang diusulkan, di mana akan mendorong perdagangan antara ekonomi pertama dunia dan ekonomi terbesar ke tujuh itu, produk secara politis sensitif di negara Asia. Pekan lalu, sumber itu menyatakan bahwa beras sebaiknya di luar pembicaraan transaksi bilateral tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2006